Jakarta (ANTARA) - Tenggelamnya nama dan peran pejuang kemerdekaan Tan Malaka,
diduga menjadi salah satu produk rezim pemerintahan Orde Baru dalam
melanggengkan propaganda sejarah.
Setelah diberi gelar pahlawan
kemerdekaan nasional pada 1963 oleh Presiden Soekarno, sosok Tan Malaka
nyaris tidak pernah terdengar kembali dan hanya segelintir orang
Indonesia yang mengetahuinya. Materi penelitian intelektual yang
mengkaji pemikiran sang pemegang prinsip "Merdeka 100 persen" itu juga
sulit dicari.
Beberapa peneliti menganggap, saat era Orde Baru, banyak pihak di pemerintahan yang berseberangan dengan Tan.
Peneliti
sejarah LIPI Asvi Warman Adam mengatakan gejolak politik saat Orde Baru
membuat banyak pihak berusaha menutup-nutupi sosok dan pemikiran Tan
Sejarawan
Belanda Harry A. Poeze yang mengaku meneliti Tan Malaka sudah selama 40
tahun, mengungkapkan gerakan pendukung Tan sangat dikhawatirkan akan
mampu mengungkap siapa sosok dalang sebenarnya pembunuh pencipta naskah
terkenal Madilog, itu.
Buku-buku tentang pemikiran Tan dilarang
beredar saat itu. Upaya peneilitian ilmiah tentang Tan saat itu, kata
Harry, selalu dihalang-halangi.
"Banyak pihak ingin menghalangi
tersebarluasnya informasi tentang Tan Malaka, karena takut juga bila
siapa saja dalang pembunuhan Tan dapat terungkap," kata dia.
Setelah
rezim Orde Baru runtuh di 1998, baru pada 2009, para peneliti termasuk
Harry, dan keluarga mewacanakan untuk menggali makam Tan Malaka di
Selopanggung, Senen, Kabupaten Kediri, Jawa Timur.
Mendapat
suntikan dana bantuan dari Taufiq Kiemas, suami Presiden RI ke-lima
Megawati Soekarnoputri, serta beberapa tokoh bangsa lainnya, penggalian
akhirnya dilakukan dan melibatkan sejumlah ahli forensik dan peneliti.
Asvi
Warman mengatakan, dari penggalian tersebut ditemukan sedikit sekali
sisa serpihan kerangka jenazah Tan, yakni 0,25 gram gigi dan 1,1 gram
tulang.
Sedangkan menurut Harry, tidak ada kerangka dari badan
atau kepala Tan yang masih utuh dalam penemuan itu, hanya serpihan gigi
dan tulang.
Namun, Asvi dan Harry meyakini bahwa makam di Selopanggung itu merupakan pusara terakhir Tan Malaka.
Indikasinya,
mereka merujuk pada data penelitian forensik yang menyimpulkan bahwa
jenazah yang pernah bersemayam di makam itu merupakan seorang laki-laki,
bertinggi badan 163-165 sentimeter, dikubur secara Islam dan dikubur
dalam keadaan tangan terikat di belakang badan.
"Perkiraan kami, posisi itu sama dengan posisi Tan waktu ditembak mati oleh Letnan Sukotjo," kata Asvi.
Kepada
ANTARA News, Harry mengatakan tim forensik menyimpulkan tangan jenazah
Tan terikat di belakang berdasarkan kontur tanah setelah menggali makam
itu sedalam dua meter.
Satu pintu terakhir untuk meyakinkan
penemuan makam Tan Malaka itu adalah tes DNA sisa serpihan tubuh Tan
dengan beberapa anggota kaluarga Tan, salah satunya adalah keponakan Tan
Zulfikar Kamarudin.
Tes DNA sudah diupayakan oleh tim forensik
yang terdiri dari dua dokter spesialis forensik Djaja Surya Atmadja dan
Evi Untoro serta dokter gigi Nurtamy Soedarsono
Namun, setelah
empat tahun pascapenggalian jenazah Tan, tim forensik masih kesulitan
untuk mengeluarkan sampel DNA dari sisa serpihan kerangka tubuh yang
diyakini sebagai Tan.
Keluarga meyakini makam Tan di Selopanggung
Meskipun
tes DNA belum memberikan konfirmasi tentang keberadaan makam Tan,
keponakan Tan Malaka, Zulfikar Kamarudin meyakini sepenuhnya bahwa
pusara yang ditemukan peneliti di Selopanggung merupakan tempat
pengistirahatan Tan.
Keyakinan Zulfikar tersebut didasarkan pada
keterangan dari penelitian Harry, yang telah mewawancarai puluhan orang
yang pernah dekat dengan Tan, termasuk saksi mata saat Tan ditangkap,
kemudian ditembak mati.
"Keluarga telah berdiskusi beberapa kali
dengan para peneliti, dan kami takjub dengan upaya para penelti untuk
mengetahui keberadaan Tan Malaka," ujarnya.
Zulfikar mengatakan
keluarga sependapat dengan para peniliti bahwa 90 persen secara
antropologi fisik dan historis, makam Tan Malaka sudah ditemukan di
Selopanggung. Sisa 10 persen yang melengkapi penelitian itu adalah hasil
tes DNA Tan.
Dia mengatakan akan mengirim surat kepada
Kementerian Sosial untuk mempertimbangkan pemindahan secara simbolis
makam Tan di Selopanggung ke Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta.
Namun,
demi menghormati kepentingan pemerintah daerah Kabupaten Kediri,
keluarga menyetujui pemindahan akan dilakukan secara simbolis dengan
mengambil tanah dari makam di Selopanggung, kemudian dibuatkan makam di
Kalibata.
Kemudian upaya tes DNA dilanjutkan dan Pemerintah Kediri mendirikan monumen dan tugu yang menandakan makam asli Tan Malaka.
Menuntut pengakuan dari pemerintah
Asvi
mengatakan pemindahan secara simbolis makam Tan ke Kalibata juga untuk
meminta pengakuan pemerintah terhadap status pahlawan nasional milik Tan
Malaka.
"Sesuai UU Nomor 20 Tahun 2009, pahlawan nasional berhak dimakamkan di Kalibata," katanya.
Jika disetujui oleh pemerintah, pemindahan makam ini juga menjadi pengakuan kesalahan pemerintah saat era Orde Baru, kata Asvi.
Dia
menambahkan kepastian makam Tan Malaka kini seakan tersandera oleh
proses uji DNA yang begitu mengherankan karena memakan waktu sangat
lama.
DNA Tan Malaka sudah dibawa ke berbagai konferensi
internasional untuk ditemukan sampelnya dan diuji dengan sampel milik
keluarga yang masih hidup, mamun upaya itu masih nihil.
Menurut
Asvi, terdapat anggapan bahwa upaya tes DNA ini sengaja dihalangi oleh
berbagai pihak. Namun dia mengaku tidak ingin berspekulasi terlalu jauh.
Dia meyakini tim forensik yang dipimpin oleh Djaja Surya Atmaja
masih ingin melanjutkan proses uji DNA ini hingga melengkapi hasil
kajian antropoligis dan historis.
"Saya yakin Djaja masih merasa
utang dengan lamanya proses ini, maka itu kami berikan opsi kepada
mereka untuk tetap melanjutkan upaya uji DNA, tapi kami tetap meminta
makam Tan dipindahkan secara simbolis," ujarnya.
Kini, keluarga dan para peneliti menunggu tindak lanjut dari pemerintah mengenai hasil penelitian tersebut.
Asvi
menginginkan pemerintah sudah mengambil keputusan mengenai rekomendasi
dari penelitian tersebut, sebelum 19 Februari 2014, tanggal hari dan
bulan saat Tan diculik dan dibawa ke suatu tempat untuk ditembak mati
pada 21 Februari 1949. (Antara)
Jalan panjang berliku pencarian makam Tan Malaka
Selasa, 28 Januari 2014 21:59 WIB 1275