Bengkulu (Antara) - Gubernur Bengkulu Junaidi Hamsyah mempertanyakan kompensasi atas pelestarian kawasan hutan yang meliputi 46 persen dari luas provinsi tersebut.
"Kami mempertanyakan kompensasi atas pelestarian hutan yang mencapai 46 persen dari luas Wilayah Bengkulu yang mencapai 1,9 juta hektare," katanya di Bengkulu.
Gubernur mempertanyakan hal itu saat dialog interaktif tentang pemantauan kualitas air sungai se-Indonesia yang dihadiri Menteri Lingkungan Hidup Bhaltasar Kambuaya dan Ketua Dewan Nasional Perubahan Iklim Rachmat Witoelar.
Menurut Hamsyah, pelestarian kawasan hutan yang menjadi paru-paru dunia perlu dirasakan langsung manfaatnya oleh masyarakat yang bermukim di sekitar kawasan lindung.
"Kami sudah lama mendengar tentang kompensasi pelestarian hutan ini, tapi sampai saat ini belum ada realisasi," tambahnya.
Menjawab pertanyaan Gubernur Bengkulu itu, Ketua Harian Dewan Nasional Perubahan Iklim Rachmat Witoelar mengatakan bahwa saat ini mekanisme perdagangan karbon masih dalam tahap negosiasi.
"Daerah yang layak mendapat kompensasi tentu akan mendapatkannya, tapi saat ini masih negosiasi tentang mekanismenya," katanya.
Ia mengatakan, selain mekanisme, persoalan harga karbon juga belum tuntas.
Menurutnya, pemerintah daerah perlu menjaga dan mempertahankan kualitas tutupan hutan dan perlu membuat data berseri tentang kondisi hutan di daerah ini.
"Pada 2015 akan ada konferensi yang menghasilkan sebuah kesepakatan pengganti Protokol Kyoto, dimana saat itu akan terkumpul dana 100 miliar untuk karbon," katanya menerangkan.
Pakar kehutanan dari Universitas Bengkulu Wiryono mengatakan bahwa pemerintah Provinsi Bengkulu sebaiknya tidak mengandalkan dana pengamanan kawasan hutan lewat program pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan atau REDD.
"Mengingat hampir dua dasawarsa sejak dimulainya pembicaraan perdagangan karbon tapi tidak ada realisasi, sebaiknya Bengkulu jangan mengandalkan REDD untuk pendanaan rehabilitasi hutan," katanya.
Mengingat rumitnya skema perdagangan karbon, kata dia sebaiknya pemda dan masyarakat tidak mengandalkan tetapi juga tidak mengesampingkan REDD+ untuk pendanaan rehabilitasi kawasan hutan rusak.
Sebab, yang paling berkepentingan untuk memulihkan fungsi hutan di Bengkulu bukanlah dunia internasional, melainkan masyarakat Bengkulu sendiri.
"Kalau hutan Bengkulu rusak, bukan orang Amerika yang akan menangis, tapi orang Bengkulu itu sendiri," katanya.
***3***
Gubernur pertanyakan kompensasi pelestarian hutan
Selasa, 25 Maret 2014 8:51 WIB 1285