Untuk jajanan tradisional khas Bengkulu, seperti Bay Tat, Perut Punai, Cucur Ringgit, Kue Bongkol, Lempuk Durian, Lepek (lepat) Binti dan Gelamai, yang banyak masyarakat luar tidak mengetahuinya.
Jajanan masyarakat Bengkulu memiliki ciri khas, seperti dibuat dengan bahan dasar santan dan parutan kelapa, khususnya untuk Gelamai dan Lepat Binti.
Banyak masyarakat yang mengira gelamai dan lempuk durian merupakan jajanan yang serupa, padahal dari bahan baku dan rasa, keduanya berbeda.
Salah satu ibu rumah tangga, Ida Rahayu (34), warga Kelurahan Sawah Lebar Baru, Kecamatan Ratu Agung, Kota Bengkulu, tidak menyangka usaha rumahan pembuatan jajanan khas Bengkulu, berupa Lepat Binti dan Gelamai yang dirintisnya dapat di ekspor hingga keluar negeri.
Usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) yang dirinya rintis sejak 2018 dengan bermodalkan uang sebesar Rp250 ribu tersebut sempat tidak diminati oleh masyarakat.
Baca juga: Bengkulu ekspor 6.000 lintah ke Malaysia dan Filipina
Baca juga: Bengkulu kembangkan jahe merah untuk penuhi pasar ekspor
Baca juga: Bengkulu ekspor 6.000 lintah ke Malaysia dan Filipina
Baca juga: Bengkulu kembangkan jahe merah untuk penuhi pasar ekspor
"Saat itu jualan saya di Pasar Minggu tidak laku, sehingga saya memilih untuk pindah jualan ke Pasar Panorama dan ternyata laku keras," kata Ida, dalam perbincangan dengan ANTARA di Kota Bengkulu.
Hanya dalam waktu dua minggu dirinya berjualan Lepek Binti dan Gelamai atau dodol khas Bengkulu di kawasan Pasar Panorama, Ida mendapatkan keuntungan mencapai Rp3 juta.
Tak berselang lama, usaha jajanan khas Bengkulu tersebut semakin tinggi permintaannya, bahkan bukan hanya masyarakat Bengkulu tetapi juga masyarakat luar wilayah Bengkulu.
Dalam memproduksi Lepek Binti dan Gelamai, Ida membuat sebanyak lima kilogram, dengan masing-masing 500 buah per hari.
Keuntungan bersih yang dihasilkan dalam satu hari, bisa mencapai Rp350 ribu dengan modal Rp1 juta dan untuk pemasaran, dirinya langsung menjual ke pasar.
Dalam memproduksi Lepek Binti dan Gelamai yang akan diekspor ke Malaysia dan Singapura, Ida memproduksi sebanyak 10 hingga 20 kilogram dalam satu kali produksi.
Sebelum usahanya berjalan lancar seperti saat ini, dia sempat kesulitan karena kekurangan modal usaha di tengah permintaan pesanan dagangannya meningkat.
Untuk meminjam pinjaman usaha modal di bank harus memiliki agunan, sedangkan dirinya tidak memiliki agunan atau barang sebagai jaminan.
Di tengah kebingunannya, Ida dikenalkan rekannya yang membuka usaha kecil pada program pembiayaan produktif dari BTPN Syariah khusus untuk perempuan penggerak bisnis ultra mikro tanpa agunan.
Dia pun ikut program dan mengikuti pertemuan rutin BTPN Syariah per dua minggu. Dalam pertemuan tersebut dirinya dilatih seorang bankir merencanakan usaha, manajemen keuangan dan lain-lain. "Sehingga saya tertarik dan ikut mengajukan proposal," ujar Ida.
Usai mengajukan proposal tersebut, dirinya menerima modal pinjaman sebesar Rp2 juta tanpa jaminan. Dengan uang tersebut, Ida meningkatkan hasil produksi miliknya dan mampu memperkerjakan satu orang karyawan, sedangkan pada bulan Ramadhan dirinya sanggup memperkerjakan empat karyawan untuk memenuhi pesanan.
Sementara itu, untuk ekspor ke Malaysia dan Singapura, dia telah memiliki reseller, sehingga setiap bulannya dirinya melakukan ekspor, bahkan pada bulan Ramadhan kegiatan ekspor Lepek Binti dan Gelamai dapat meningkat hingga dua kali lipat.
Pengembangan UMKM
Pemerintah Provinsi Bengkulu saat ini sedang fokus dalam memperhatikan pemulihan ekonomi usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) di daerah, salah satu upaya yang dilakukan pemerintah, yaitu mendorong pelaku usaha di daerah untuk memanfaatkan fasilitas Kredit Usaha Rakyat (KUR).
Pemprov Bengkulu menekankan kepada seluruh pelaku UMKM untuk terus fokus dan tekun dalam mengembangkan usaha yang dirintis.
Sebab, pemerintah melalui Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Provinsi Bengkulu melakukan pembinaan dan mendukung 51 produk UMKM agar fokus melakukan kegiatan ekspor untuk produk makanan dan minuman.
Hal tersebut dilakukan sebab banyak produk UMKM, seperti makanan dan minuman, yang belum mampu melakukan ekspor ke luar negerii, padahal produk-produk tersebut telah layak untuk dijual ke pasar luar negeri.
Sebanyak 51 pelaku UMKM di wilayah Provinsi Bengkulu tersebut telah menghasilkan produk berkualitas ekspor, seperti kopi Bengkulu, sirop jeruk kalamansi hingga keripik pisang.
Produk-produk tersebut saat ini sangat diminati oleh pembeli, baik dari dalam negeri dan luar negeri. Karena itu , sehingga Disperindag Provinsi Bengkulu terus melakukan pembinaan agar produk Bengkulu dapat diekspor.
Sementara Bea Cukai Bagian Layanan Informasi KPPBC TMP C Bengkulu mencatat bahwa rendahnya kegiatan ekspor produk UMKM di Bengkulu dikarenakan biaya pengiriman yang cukup mahal.
Hal tersebut diketahui dari hasil kegiatan asistensi yang dilakukan kepada pelaku usaha kopi di Kabupaten Rejang Lebong.
Pelaku usaha kopi tersebut mendapatkan pesanan dari pembeli di Prancis sebanyak 50 kilogram biji kopi, namun setelah barang siap dikirimkan, ternyata biaya kirim dari Bengkulu ke Perancis mencapai Rp250 ribu per kilogram.
Selain itu, rata-rata pelaku UMKM di daerah juga belum bisa melakukan penjualan produk dalam jumlah banyak, sehingga biaya pengiriman ekspor menjadi lebih mahal.
Padahal Bea Cukai telah berkoordinasi dengan salah satu maskapai penerbangan dan mereka setuju untuk menurunkan biaya pengiriman produk UMKM ke luar negeri, akan tetapi jumlah produk yang dikirimkan tidak bisa sedikit.
Baca juga: "Lemea" olahan bambu khas Lebong diminati pengunjung festival pesisir
Baca juga: Mencicip cita rasa tradisional Buak Tat Lampung yang termasyhur
Baca juga: "Lemea" olahan bambu khas Lebong diminati pengunjung festival pesisir
Baca juga: Mencicip cita rasa tradisional Buak Tat Lampung yang termasyhur
Pinjaman bank
Kanwil Direktorat Jenderal Perbendaharaan Provinsi Bengkulu memiliki data bahwa sebagai upaya peningkatan perekonomian masyarakat, pemerintah daerah mendorong pelaku UMKM di Bengkulu agar memanfaatkan program KUR.
Ditambah lagi, saat ini pemerintah pusat telah menyubsidi bunga Kredit Usaha Rakyat (KUR) dari 6 persen menjadi 3 persen dan pemerintah juga telah menaikkan plafon pinjaman KUR mikro hingga Rp50 juta.
Berdasarkan data Sistem Informasi Kredit Program (SIKP) saat ini, serapan KUR di Bengkulu telah mencapai Rp3,32 triliun dan diberikan kepada 60.045 debitur. Padahal pemerintah pusat telah menganggarkan dana bagi KUR untuk UMKM hingga mencapaiRp373,17 triliun.
Potensi besarnya penyaluran KUR ini, tentunya akan bermanfaat dan memberikan dampak positif yang dapat dirasakan oleh seluruh pelaku usaha mikro di Bengkulu.
Oleh karena itu, agar semua pihak yang terkait dapat berperan aktif dalam program KUR, mulai dari dinas koperasi dan UKM di kabupaten/kota, penyalur KUR, hingga pihak penjamin KUR agar dapat membantu UMKM dalam hal keterbatasan agunan yang dimiliki oleh UMKM.
Program KUR diberikan kepada UMKM guna memperkuat kemampuan permodalan mereka, khususnya dapat berkontribusi dalam pengembangan sektor riil, serta pembiayaan UMKM yang berimbas pada pertumbuhan ekonomi nasional.
Sebagaimana diketahui bahwa UMKM memiliki ketahanan ekonomi yang sangat tinggi, sehingga pemerintah terus menciptakan dan mendukung program pemberdayaan ekonomi berbasis kerakyatan, salah satunya melalui KUR.
Saat ini jumlah UMKM di Bengkulu mencapai lebih dari 100 ribu dan jika seluruh pelaku UMKM tersebut mampu mengembangkan sektor bisnisnya, tentu saja mereka sudah ikut menopang ketahanan ekonomi daerah.
Sebuah bank menyebutkan pemberian program pemberdayaan yang inovatif dengan membuka akses digital kepada semua orang yang dapat terlibat aktif dalam pemberdayaan masyarakat inklusi.
Sudah menjadi bagian dari langkah-langkah bank untuk semakin relevan dengan kebutuhan nasabah, sehingga memiliki dampak berkelanjutan untuk kehidupan yang lebih baik bagi nasabah inklusi dan komunitasnya.
Sebuah bank memberikan modal usaha kepada setiap masyarakat Bengkulu yang ingin dibina dalam mengembangkan usaha.
Jadi bank itu memberikan pinjaman sesuai kemampuan dari nasabah agar pinjaman itu memang dapat digunakan untuk membuka usaha dan memperbaiki perekonomiannya.
Untuk pinjaman yang diberikan, mulai dari Rp2 juta hingga Rp200 juta, bahkan lebih, yang disesuaikan dengan kemampuan dari para nasabah.
Selain itu, bank tersebut juga terus mengevaluasi dan memberikan pelatihan dalam pengelolaan uang yang diberikan kepada nasabah, agar dapat merubah perekonomian dari para nasabah BTPN.
Sementara itu, untuk pelatihan yang diberikan berupa manajemen keuangan, dan pengembangan usaha diberikan setiap dua minggu satu kali.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Gelamai dan Lepat Binti, penganan khas Bengkulu