Jakarta (ANTARA) - Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) menyebutkan tanah menjadi media utama bagi cacing untuk menularkan infeksi yang menyebabkan kecacingan pada anak.
“Kalau kita bicara kecacingan secara umum, ini dikhususkan pada infeksi cacing yang ditularkan melalui tanah atau kita sebut dengan Soil Transmitted Helminth. Ini harus ada tanah perantaranya,” kata Anggota UKK Infeksi Tropik IDAI Ayodhia Pitaloka Pasaribu dalam Media Brief Kecacingan Pada Anak yang diikuti secara daring di Jakarta, Jumat.
Ayodhia menuturkan kecacingan menjadi salah satu penyakit tropis terabaikan (NTD) yang seringkali disepelekan oleh banyak orang. Di Indonesia, kasus kejadian kecacingan terbilang masih umum ditemukan karena mempunyai karakteristik tanah yang gembur dan lembab.
Karakteristik itu membantu telur cacing secara ideal dapat berkembang dan menyebar di lingkungan sekitar. Ketika ada orang kecacingan Buang Air Besar Sembarangan (BABS) misalnya, feses yang dibuang akan mengandung telur cacing yang jatuh ke tanah dan membuat tumbuhan sekitar terkontaminasi.
Ketika seseorang memakan tumbuhan tersebut tanpa dicuci secara bersih, maka akan memperlebar peluang terkena kecacingan.
“Secara umum prevalensi kecacingan masih tinggi, terutama kalau kita breakdown di beberapa provinsi, dan ini biasanya kita temukan pada wilayah-wilayah dengan penduduk yang kurang mampu dan sanitasinya kurang baik atau buruk,” katanya.
Untuk jenis cacing yang menyebabkan infeksi sendiri, terdiri dari beberapa golongan seperti cacing gelang atau Ascaris Lumbricoides, cacing cambuk atau Trichuris Trichiura maupun cacing tambang jenis Ancylostoma Duodenale atau Necator Americanus.
“Satu cacing tambang dewasa misalnya, bisa menghisap darah 0,05 cc sampai 0,1 cc per hari. Bayangkan kalau di dalam tubuhnya banyak cacing tambang maka dia akan menghisap darah maka kebutuhannya kurang dan kekurangan zat besi,” katanya.
Ayodhia melanjutkan kecacingan dapat menurunkan tingkat produktivitas seseorang dan kualitas sumber daya manusia suatu bangsa. Sehingga dalam penanganannya selain melalui pemberian obat, penciptaan lingkungan yang higienis dan sanitasi yang bersih sangat penting untuk mencegah kecacingan.
Bentuk penanggulangan lain yang bisa dilakukan adalah dengan memperketat Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS). Salah satunya adalah rajin mencuci tangan dengan sabun dan menjaga asupan makanan higienis dan bersih.
Dalam sebuah penelitian yang pihaknya lakukan di Kabupaten Karo Sumatera Utara, didapati bahwa balita yang hidup di dekat ladang dan mengalami kecacingan ada sebanyak 34,4 persen. Melalui analisis, didapati kalau ibu yang jarang cuci tangan bisa meningkatkan risiko anak terkena kecacingan 5,8 kali lipat.
Kemudian ibu yang jarang gunting kuku meningkatkan 4,1 kali lipat potensi kecacingan dan pada anak balitanya sendiri, bila tidak gunting kuku akan meningkatkan potensi 4,5 kali lipat. Ia menduga para balita sering dibawa bekerja dan diberikan makan di ladang, sehingga tanpa sadar telur cacing masuk ke dalam tubuh anak.
“Makanya PHBS mencuci tangan dan menggunakan jamban bisa menurunkan angka kecacingan pada anak sekolah secara bermakna. Kita harus mulai suatu aksi pencegahan agar kita bisa menurunkan prevalensi kecacingan terutama pada anak sekolah dan pra sekolah, yang akan jadi tulang punggung di masa yang akan datang,” ujarnya.*
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: IDAI sebut tanah jadi media utama tularkan kecacingan pada anak