Ternate (ANTARA) - Di dekat rumah Bakri ada masjid besar, tetapi untuk menunaikan ibadah Shalat Tarawih berjamaah selama Ramadhan, karyawan perusahaan swasta di Ternate, Maluku Utara, itu lebih memilih ke Masjid Kesultanan Ternate, walaupun jauh dari rumahnya.
Setiap hari, sebelum Maghrib, Bakri bersama dua putranya sudah berangkat ke Masjid Kesultanan Ternate, sehingga selain melaksanakan Shalat Maghrib, Isya dan Tarawih berjamaah, juga bisa berbuka puasa dengan beragam takjil tradisional yang disediakan di masjid berusia 600 tahun lebih.
Masjid Kesultanan Ternate yang jaraknya tidak jauh dari Kedaton Kesultanan Ternate merupakan salah satu masjid tertua yang dibangun di saat masa Pemerintahan Sultan Said Barakati pada Tahun 1606, dengan memiliki keunikan tersendiri dan masih mempertahankan tradisi bernuansa islami.
Bakri dan banyak warga lainnya di Ternate yang memilih menunaikan Shalat Tarawih berjamaah di Masjid Kesultanan Ternate selama Ramadhan, karena mereka merasakan ketenangan jiwa yang sulit dilukiskan dengan kata-kata saat beribadah di masjid itu.
Alasan lain yang mendorong mereka memilih mengerjakan ibadah Shalat Tarawih berjamaah di Masjid Kesultanan Ternate selama Ramadhan adalah keunikan tradisi dalam pelaksanaan ibadah Ramadhan yang masih dipertahankan di masjid yang terletak di Kelurahan Soasio, Kecamatan Ternate Utara, Kota Ternate, itu.
Tradisi penggunaan pakaian, misalnya, setiap pria yang melaksanakan Shalat Tarawih berjamaah, termasuk shalat wajib lima waktu dan salat sunah lainnya di Masjid Kesultanan Ternate, harus memakai celana panjang dan penutup kepala, baik berupa kopiah maupun sorban atau lainnya.
Jika ada pria yang datang melaksanakan salat di masjid yang masyarakat Ternate menyebutnya dengan nama Sigilamo atau masjid besar itu tidak memakai celana panjang, petugas masjid mengarahkannya untuk salat di masjid lain, tetapi kalau hanya tidak memakai penutup kepala akan dipinjamkan kopiah yang disediakan di masjid.
Menurut imam Masjid Kesultanan Ternate Ahmad Dano Tahir, tradisi yang mengharuskan memakai celana panjang bagi pria yang melaksanakan shalat di masjid itu, untuk mencontoh Rasulullah dan para sahabat pada masa perjuangan melawan musuh, yang selalu memakai celana panjang agar lebih leluasa bergerak saat menghadapi musuh.
Tradisi unik lainnya dalam pelaksanaan ibadah di Masjid Kesultanan Ternate adalah larangan bagi wanita, termasuk permaisuri sultan, melaksanakan shalat di masjid.
Para leluhur di zaman dahulu menetapkan larangan bagi wanita mengerjakan salat di Masjid Kesultanan Ternate mengacu pada anjuran dalam Islam bahwa wanita lebih baik shalat di rumah, selain itu untuk menjaga kesucian masjid, karena tidak terutup kemungkinan saat wanita ada di masjid tiba-tiba datang bulan atau haid.
Sekitar tahun 2010, menurut Ahmad Dano Tahir, wanita mulai diizinkan melaksanakan shalat di masjid Kesultanan Ternate, baik Shalat Tarawih maupun shalat wajib lima waktu dan shalat sunnah lainnya, tetapi di bangunan yang berada di samping bangunan induk Masjid Kesultanan Ternate.
Tadarus Al Quran selama Bulan Ramadhan di Masjid Kesultanan Ternate yang hanya boleh dilakukan perangkat masjid, seperti imam dan khatib, juga merupakan tradisi Ramadhan yang masih dipertahankan di masjid itu, berbeda dengan di masjid lainnya di Ternate yang semua orang bisa melakukan tadarus Al Quran.

Toleransi
Keunikan tradisi Ramadhan di Masjid Kesultanan Ternate tidak hanya dalam hal pelaksanaan ibadah, tapi juga dari sejumlah kegiatan ritual yang telah diwariskan sejak zaman dahulu, di antaranya ritual "Kolano uci sabea toma sigi" atau ritual sultan turun sembahyang di masjid.