Komisi Pemilihan Umum sebagai penyelenggara pun sibuk dengan tugas-tugas kepemiluan. Proses tahapan pemilu sudah dimulai sejak diluncurkan pada 14 Juni 2022 lalu atau tepat sejak 20 bulan sebelum hari pemungutan suara. Hal ini seusai dengan konstitusi dan undang-undang yang mengamanatkan dimulainya tahapan Pemilu 2024.
Partai politik peserta pemilu juga sudah ditetapkan, meski ada dinamika yang terjadi dalam proses pendaftaran hingga penetapan parpol peserta pemilu yang digelar KPU.
Awalnya, KPU RI pada Desember 2022 menetapkan 17 partai politik nasional peserta pemilu, namun karena dinamika yang terjadi, partai politik peserta ke-18 dinyatakan lolos dan turut ditetapkan.
Partai politik peserta pemilu tersebut yakni Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dengan nomor urut 1, Partai Gerindra (2), PDI Perjuangan (3), Partai Golkar (4), Partai NasDem (5), Partai Buruh (6), Partai Gelora (7), PKS (8), Partai Kebangkitan Nasional (PKN) (9), Partai Hanura (10), Partai Garuda (11), PAN (12), PBB (13), Partai Demokrat (14), PSI (15), Perindo (16), PPP (17), dan Partai Ummat (24).
Kemudian sejak 6 Desember 2022, KPU juga telah memulai tahapan untuk pencalonan anggota DPD RI. Pada 24 April 2023, tahapan memasuki pencalonan anggota DPR, DPRD provinsi, kabupaten dan kota yang kemudian dilanjutkan dengan tahapan pencalonan presiden dan wakil presiden pada Oktober mendatang.
Penyelenggaraan pemilu pun sudah berada pada tahapan pencocokan dan penelitian data pemilih. Setiap petugas pemilu telah mendatangi rumah-rumah warga untuk memastikan setiap individu yang berhak memilih masuk dalam daftar pemilih Pemilu 2024.
Penyelenggaraan pemilu pun sudah berada pada tahapan pencocokan dan penelitian data pemilih. Setiap petugas pemilu telah mendatangi rumah-rumah warga untuk memastikan setiap individu yang berhak memilih masuk dalam daftar pemilih Pemilu 2024.
Setelah penetapan calon peserta pemilu untuk calon presiden dan wakil presiden, DPR RI, DPRD provinsi, kabupaten dan kota, tentunya tahapan akan berlanjut ke masa kampanye. Pada tahap ini para calon berupaya meyakinkan pemilih untuk memastikan nanti di bilik suara memilih mereka.
Dengan tahapan yang telah berjalan sudah lebih dari setengah penyelenggaraan itu, suasana keriuhan pesta demokrasi telah dirasakan oleh setiap warga masyarakat.
Selama berjalannya penyelenggaraan, dinamika-dinamika politik 2024 bakal ikut mengemuka, seperti wacana penundaan pemilu hingga soal apakah harus menggunakan sistem pemilu tertutup atau terbuka.
Soal keterwakilan, komunitas, kelompok, maupun keterwakilan perempuan pada pemilu pun ikut mengemuka. Partai politik peserta pemilu pun juga sibuk dengan komunikasi, lobi-lobi politik, dan membentuk koalisi untuk memastikan "kapal mereka berlabuh" memenangi kontestasi Pemilu 2024.
Namun, ada hal penting lainnya yang sepertinya tidak begitu hangat mengemuka, atau istilah saat ini dengan kata tidak viral. Yakni, bagaimana setiap jengkal wilayah Indonesia ini mendapatkan perhatian yang sama dari para peserta pemilu.
Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) pun mengamini hal itu bahwa dalam konteks pemilu, perlakuan berbeda terhadap daerah dari peserta pemilu tidak dapat dimungkiri.
Partai-partai politik dan juga para politikus tentu melirik daerah-daerah yang punya jumlah suara potensial yang bisa bergerak dan memenangi kontestasi pemilihan legislatif maupun pemilihan presiden.
Hal tersebut merupakan sesuatu yang wajar dalam konteks politik karena mengamankan wilayah dengan jumlah pemilih yang banyak artinya memenangi pemilu.
Namun, dalam penerapan konteks desentralisasi dan otonomi daerah pada pemerintahan, setiap jengkal wilayah Indonesia memiliki posisi yang sama dan setara, terlepas dari kondisi, jumlah penduduk, dan potensi elektoral.
Posisi sama
Dalam konteks pemerintahan setiap daerah memiliki posisi yang setara terutama dalam hal intervensi terhadap daerah, baik itu dari Pemerintah Pusat maupun pemerintah daerah terkait memajukan kesejahteraan umum.