Jakarta (ANTARA) - Richard Susskind dalam buku Tomorrow’s Lawyers (2013) mengungkap kegalauannya sedang berada di era digital yang mendorong media sebagai produk berkembang cukup pesat dan relatif sulit dikontrol.
Media sosial dijadikan sebagai sarana komunikasi yang memungkinkan bagi penggunanya melampaui batas negara dengan akses yang tanpa batas, sehingga dapat berinteraksi, menjalin kerja sama, bertukar-pikiran, berbagi pengalaman, dan membentuk kelompok atau komunitas secara virtual.
Lantaran tidak dapat dipungkiri bahwa media sosial bagian yang selalu dipersepsikan sebagai ruang terbuka.
Media sosial juga merupakan produk dari kemajuan teknologi yang cukup pesat. Teknologi komunikasi dan informasi telah menggeser cara manusia berinteraksi sosial, mulai dari bertatap muka secara langsung (face to face), komunikasi melalui telepon (communication by phone), dan akhirnya sampai ke interaksi menggunakan media sosial, dengan berbagai platform-nya.
Penyebaran berita atau informasi melalui media cetak, radio, dan media televisi pun telah bergeser ke media sosial. Artinya, di eranya media cetak, radio dan televisi telah memainkan peran yang signifikan dalam memenuhi kebutuhan informasi masyarakat. Tapi seiring kehadiran media sosial, penggunaan media cetak, radio, dan televisi juga mengalami penurunan yang signifikan.
Semua telah berubah, bentuk penyebaran informasi makin beragam, mulai dari Twitter, Youtube, hingga unggahan ke media sosial lainnya. Kondisi ini tentu membuat tantangan dunia pers makin berat di tengah geliat perkembangan media sosial.
Dari penelitian Dandi Supriadi tahun 2015 – 2019 diketahui, media sosial menjadi elemen penting dalam produksi berita saat ini. Setidaknya ada tiga media online besar di Indonesia yang menyatakan, mereka harus berusaha keras untuk mempertahankan loyalitas khalayaknya yang sudah banyak beralih ke media sosial.
Alasan mereka beralih karena secara digital konten di media sosial lebih mudah diakses. Selain itu, mereka lebih mudah memilih informasi mana yang dirasa penting untuk diakses karena mereka melihat topik yang sedang banyak diperhatikan oleh orang-orang dalam jaringan pertemanannya.
Cara yang paling lazim dilakukan oleh media, termasuk ketiga media online di Indonesia itu, dengan turut bergabung dalam komunitas media sosial, kemudian menyebarkan tautan berita disertai lead yang membuat penasaran melalui akun media sosialnya.
Tidak mengherankan jika keberadaan media sosial seolah telah mengambil peran dan fungsi pers. Sebab media sosial dari sisi positif telah menjadi salah satu sarana informasi efektif, murah, dan memudahkan penggunanya, misalnya untuk menyampaikan pendapat atau komentar atas suatu isu yang menjadi sorotan publik, dan juga dapat menjadi sarana diskusi atau bertukar pikiran, dan lain-lain. Dalam perkembangannya media sosial juga dapat digunakan sebagai sarana menyuarakan dan memperjuangkan keadilan.
Pada titik itu lah muncul istilah yang kini sedang mengemuka "No viral no justice". Seolah-olah kalau masyarakat akan mencari keadilan, masalahnya diviralkan dulu, baru akan mendapatkan tanggapan dari aparat hukum.
Pemikiran ini timbul sebagai respons terhadap tagar "no viral no justice" atau tidak ada keadilan jika belum diviralkan. Tentu hal itu tidak hanya ditujukan kepada aparat hukum, Tetapi juga para pejabat publik, semisal viral jalan rusak di Rumbia, Lampung Tengah, yang akhirnya pemerintah pusat mengambil alih pembangunannya.
Istilah no viral no justice, tampaknya punya landasan, karena menurut laporan terbaru dari We Are Social and Meltwater bertajuk “Digital 2023” pengguna internet di Indonesia per Januari 2023 mencapai 212,9 juta.
Dalam data yang termuat di website Universitas Insan Cita Indonesia Jakarta menunjukkan, jumlah pengguna media sosial di Indonesia per Januari 2023 mencapai 167 juta orang. Jumlah itu setara 78 persen dari jumlah total pengguna internet di Indonesia yang mencapai 212,9 juta.
Besarnya jumlah pengguna media sosial itu menjadi kekuatan besar dalam membentuk opini publik, misalnya terhadap kasus ketidakadilan dan kebijakan pemerintah yang tidak berpihak bagi kepentingan rakyat.
Dampak penggunaan media sosial yang tidak terbatas dan tidak terkendali hingga pembuat kecerdasan buatan (AI/Artificial Intelligence), mengundurkan diri dari Google setelah dari beberapa dekade.
Perjalanan karier membuat guru besar AI itu menyesal karena berdampak pada korban anak-anak muda telah melakukan revolusi teknologi tanpa menghormati hak cipta, dan hak-hak lainnya, hingga banyak perusahaan bangkrut, seperti Sonny Music, Warner Music, dan lain sebagainya, karena banyak dibajak oleh anak-anak mudah dengan kemampuannya menggunakan teknologi tinggi.
Medsos vs pers
Media sosial dalam KBBI disebut, laman atau aplikasi yang memungkinkan pengguna dapat membuat dan berbagi isi atau terlibat dalam jaringan sosial. Penggunaannya, tidak mempunyai standar baku, atau persyaratan ketat, sebagaimana berita yang ditulis seorang jurnalis.
Menyoal keadilan lewat media sosial
Kamis, 1 Juni 2023 12:28 WIB 1541