Akan tetapi keinginannya untuk berkuliah di Semarang ditolak ibunya karena enggan tinggal berjauhan dengan anak perempuannya. Akhirnya, ia pun memilih Fakultas Farmasi di Universitas Andalas.
Meskipun impiannya menjadi dokter tak kesampaian, Diana mengaku tak menyesal karena dia juga masih dapat berkontribusi pada bidang kesehatan.
“Sejak SD saya sudah mandiri, dengan belajar sendiri. Target saya, pagi sekolah dan malamnya belajar. Saya akhirnya mendapatkan juara umum di sekolah,” kenang Diana.
Ke depan, dia berharap dapat mendirikan Program Studi S-3 Farmasi di UTA ’45 Jakarta. Saat ini, ia sedang mempersiapkan agar setiap fakultas memiliki guru besar.
Plt. Kepala Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LLDikti) Wilayah III, Dr. Lukman, ST, M.Hum, mengatakan tak mudah meraih jabatan akademis sebagai guru besar.
Ada yang mencapai secara singkat, ada yang panjang sekali dan berdarah-darah. Ini terkait publikasi ilmiah, penelitian, dan lain-lainnya.
"Sehingga kami sangat berharap dengan panjangnya proses dan lain-lainnya, bisa menjadi kebanggaan penerima dan juga kebanggaan LLDikti Wilayah III," kata Lukman.
Saat ini di Tanah Air terdapat sebanyak 353.892 dosen, 6.793 di antaranya guru besar. Dari total tersebut, sebanyak 340 guru besar berasal dari LLDikti Wilayah III. Ada setidaknya 5 persen guru besar yang berasal dari LLDikti Wilayah III.
Salah satu kunci menjadi perguruan tinggi yang unggul adalah kualitas sumber daya manusianya. Semangat menjadi kampus unggul harus dibangun dengan adanya pemberian jenjang guru besar.
Guru besar merupakan pengakuan dan memang prosesnya tidak mudah yang mana harus menjalani Tridharma Perguruan Tinggi.
Ketua Dewan Pembina Yayasan UTA ’45, Rudyono Darsono mengatakan kelemahan farmasi di Indonesia itu adalah orang-orang yang mengaku ahli lebih cenderung mencari materi, bukan bagaimana melakukan penemuan pada bidang obat.
Selama itu masih seperti itu maka sebagai besar obat yang beredar merupakan impor, kecuali jamu-jamuan.
“Yang kita masih mampu mengadakan pembuatan-pembuatan obat-obat herbal, tapi itu pun sangat sedikit,” kata Rudyono.
Rudyono berharap Prof. Diana dapat membaktikan diri dan menggunakan ilmu yang dimilikinya untuk membantu masyarakat khususnya di bidang farmasi, dengan menghasilkan riset-riset yang mempunyai hasil bukan sekadar penelitian yang hanya menjadi publikasi.