Mataram (ANTARA) - Ahli hukum pidana dari Universitas Mataram Prof. Amiruddin menyebut aplikasi e-katalog merupakan bagian dari upaya pemerintah untuk menutup celah perbuatan "mark-up" (penggelembungan) harga di proses pengadaan barang dan jasa.
"Kalau dahulu ada standar harga sesuai ketetapan gubernur, kalau enggak ada, maka yang dipakai harga pasar. Tetapi, kalau yang dipakai harga kira-kira, maka itu yang bisa berpotensi terjadi 'mark-up'. Makanya dibuat e-katalog sebagai dasar penyusunan HPS (harga perkiraan sendiri) untuk mencegah terjadi 'mark-up'," kata Prof. Amiruddin dalam persidangan di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Mataram, Jumat.
Guru besar Universitas Mataram ini memberikan pernyataan demikian dalam sidang perkara korupsi pengadaan alat metrologi pada Disperindag Dompu dengan terdakwa Sri Suzana. Prof. Amiruddin dihadirkan oleh penasihat hukum terdakwa sebagai ahli yang meringankan perbuatan terdakwa.
Prof. Amiruddin memberikan pernyataan demikian menanggapi pertanyaan hakim Adhoc Fadhli Hanra yang memberikan ilustrasi perkara ini dengan mengatakan bahwa ada perubahan dalam proses pengadaan dari e-katalog menjadi lelang cepat. Perubahan dalam proses pengadaan ini yang diduga memberikan imbas pada perubahan nilai HPS barang.
Selanjutnya, Fadhli Hanra menanyakan Prof. Amiruddin perihal pinjam bendera dalam proses pengadaan.
"Ada pihak swasta yang inginkan proyek ini lalu meminjam bendera. Dalam dunia hukum, istilah ini tidak dikenal, tetapi bagi dunia swasta, ini biasa terjadi. Bagaimana tanggapan ahli?" tanya Fadhli.
"Kalau kita ikuti norma hukum, itu enggak boleh, karena itu sudah menyangkut persoalan kompetensi, ada penyimpangan yang terjadi, ada pelanggaran etika pengadaan. Harusnya, itu (lelang) dibatalkan oleh pejabat pengadaan," jawab Prof. Amiruddin.
Perihal adanya hubungan kerabat antara pejabat pengadaan dengan pihak yang terlibat dalam proyek tersebut turut menjadi bahan pertanyaan Fadhli kepada ahli.
"Apakah itu bisa dikatakan melanggar etika pengadaan barang dan jasa sesuai yang diatur dalam Perpres 54 Tahun 2010?" tanya Fadhli.
"Iya, salah satu di antaranya harus mundur. Karena persoalan itu sudah berkenaan dengan konflik kepentingan," kata Prof. Amiruddin.
Fadhli kembali melayangkan pertanyaan terkait pengadaan barang yang datang itu sama, namun memiliki fungsi berbeda.
Ahli pidana sebut e-katalog tutup celah "mark-up" di proses pengadaan
Jumat, 17 November 2023 13:32 WIB 956