Spirit perjuangan hidup membawa Dirhamsyah juara kempo internasional
Selasa, 4 Juli 2023 16:20 WIB 1488
Sang ayah meninggal dunia saat dirinya duduk di bangku kelas III SD. Sepeninggal ayahnya, Dirhamsyah kecil lalu menggembala sapi yang ditinggalkan ayahnya untuk membantu ekonomi keluarga.
Setelah beranjak SMP hingga tamat SMA, Dirhamsyah menjadi tukang ojek gabah untuk mencari pendapatan tambahan keluarga mereka. Ojek gabah padi dilakukan Dirhamsyah dengan menggunakan sepeda yang telah dirakit sedemikian rupa.
Pekerjaan ini dilakukan Dirhamsyah selama enam tahun lamanya, dimulai duduk di bangku Kelas I SMP hingga tamat SMA. Dirinya melakoni pekerjaan itu dengan memanfaatkan waktu pulang sekolah hingga menjelang magrib.
Kala itu, tak ada teman sebaya yang mau melakukan pekerjaan keras itu. Dirhamsyah merupakan satu-satunya remaja, sedangkan teman-teman sesama pengojek gabah jauh di atas usianya.
Pekerjaan keras itu dilakoni Dirhamsyah karena ia menyadari sepenuhnya bahwa ayahnya sebagai tulang punggung telah tiada sehingga untuk bisa bertahan hidup harus berusaha dan berjuang sendiri.
"Orang tua laki-laki sudah tidak ada, siapa yang mau kasih uang kalau tidak cari sendiri? Mau harap orang tua perempuan kan tidak mungkin, penghasilan tetap tidak ada. Jadi cari sendiri untuk tambahan biaya sekolah," ucap Dirhamsyah yang mengenang masa kecilnya.
Baca juga: Dirhamsyah jadi juara dunia kempo di Portugal
Meski tergolong sebagai pekerjaan berat karena harus mengayuh sepeda dengan beban tiga kali lipat dari dirinya, Dirhamsyah selaku bersemangat karena mendapat upah hingga Rp50.000 per hari. Nominal lumayan banyak pada tahun 2000-an, yang ditaksir sekitar lima kali lipat nilai tukar saat ini.
Memutar memori yang pilu, hasil keringat dari jerih payah Dirhamsyah remaja saat itu rupanya tidak dinikmati untuk berfoya-foya, uang itu diberikan kepada ibunda tercinta hingga disisipkan untuk biaya sekolah.
Jatuh bangun di pematang sawah hingga berbalut lumpur menjadi langganan bagi Dirhamsyah. Tak ada rasa malu atau minder dalam melakukan pekerjaan itu. Baginya, hal itu tetap dilakukan selama halal.
Tak jarang, ia dengan sabar dan tabah mengelus dada kala ada ejekan saat berpapasan dengan teman-temannya apalagi ketika berbalut dengan lumpur. Medan yang dilalui cukup sulit bagi anak remaja apalagi harus membawa gabah padi seberat 100 kilogram lebih.
"Kadang juga mereka ejek-ejek saya, tapi saya tidak minder atau malu karena mereka kan punya orang tua, saya merasa harus berusaha karena tidak ada orang tuaku," ucap Dirhamsya.
Singkat cerita, pria yang ramah ini rupanya bercita-cita menjadi seorang guru. Saat tamat SMA ia mendaftar kuliah untuk melanjutkan studi di perguruan tinggi Universitas Halu Oleo (UHO) Kendari dengan Jurusan Penjaskes dan Ekonomi Koperasi.
Kala itu, ia lulus di kedua jurusan tersebut namun sayang, masih teringat di benaknya cita-cita yang kini hanya menjadi kenangan merupakan impian yang pupus karena faktor ekonomi yang tidak mendukung, terpaksa tidak memilih kuliah. Dirhamsyah lalu mengadu nasib dengan mendaftar TNI dan lulus.
Pejuang
Perjuangan untuk meraih hidup sukses rupanya usaha yang harus dilakukan oleh Dirhamsyah agar bisa memiliki kehidupan lebih baik lagi. Kisah ini diceritakan Nurhaini (60), kakak Dirhamsyah, sebagai saksi perjuangan adiknya.