Sekitar 80 grup kesenian dengan total sekitar 1.700 personel dari berbagai kelompok seniman di daerah itu, luar kota, dan luar negeri menggelar pementasan di panggung raksasa Festival Lima Gunung XXII/2023 yang dibuat warga bersama pegiat Komunitas Lima Gunung menggunakan berbagai bahan alami setempat.
Ia mengemukakan mereka dari kalangan generasi muda, pelajar, dan mahasiswa yang mengikuti pementasan pada festival tersebut ataupun sebagai penonton acara seni dan budaya itu, sekaligus menjalani proses pendidikan kebudayaan.
"Jauh-jauh ke sini mereka latihan, bukan sesuatu yang mudah. Biasanya anak-anak itu harus meluangkan latihan dibandingkan hanya sekadar di kelas, meluangkan tenaga, pikiran, dan mungkin biaya untuk menjadi penampil di Festival Lima Gunung. Ini ada proses pendidikan (kebudayaan, red.) luar biasa," ujar dia.
Pada kesempatan itu, Fajri bersama delapan mahasiswa UIN Saizu Purwokerto mementaskan musikalisasi puisi "Kidung Tengah Malam", karya Guru Besar Bahasa dan Satra UIN Saizu Purwokerto Prof. Abdul Wahid, dengan iringan angklung, gamelan, kendang, piano, dan tarian kontemporer
Kemungkinan, ujar dia, hasil dari proses itu tidak bisa segera dirasakan atau terlihat secara seketika atau saat ini, akan tetapi ke depan menjadi berarti penting karena sebagai tunas budayawan atau seniman Indonesia.
Ia juga mengemukakan tentang manfaat penting warga desa sebagai tuan rumah Festival Lima Gunung, antara lain menjadi muara aliran energi-energi seni dan budaya dari berbagai daerah.
"Dalam proses pendidikan, media pembelajaran, bahan ajar, materi-materi yang berkaitan dengan kebudayaan datang sendiri ke sini (desa tuan rumah Festival Lima Gunung, red.). Itu luar biasa," ucapnya.
Untuk selanjutnya, katanya, warga dan mereka lainnya yang mengunjungi serta berpartisipasi dalam festival tersebut menjalani proses internalisasi masing-masing menjadi kekuatan kebudayaan Indonesia.