Bengkulu (Antara) - Dinas Kehutanan Provinsi Bengkulu menyebutkan seluas 225 ribu hektare dari 900 ribu hektare kawasan hutan di wilayah itu sudah dirambah masyarakat, terutama hutan lindung dan hutan produksi.
"Hutan yang dirambah adalah hutan lindung dan hutan produksi dengan berbagai alasan," kata Kepala Bidang Pembinaan dan Pengembangan Dinas Kehutanan Provinsi Bengkulu Suid Sofyan di Bengkulu, Senin.
Saat menjadi pemateri dalam bedah buku berjudul "Negosiasi Efektif untuk Konflik Sumber Daya Alam" yang digelar Yayasan Akar Bengkulu, Suid mengatakan bahwa penerbitan hak guna usaha untuk perkebunan besar berkontribusi memicu tekanan terhadap hutan.
Kawasan hutan negara yang dikuasai perambah tersebut tambah dia sebagian besar di wilayah Kabupaten Mukomuko.
"Termasuk penerbitan HGU di wilayah Kabupaten Mukomuko ini cukup luas dan parahnya diadopsi daerah lain," ucapnya.
Menurut Suid untuk menyelesaikan konflik sektor kehutanan, pemerintah dalam hal ini Kementerian Kehutanan sudah menerbitkan sejumlah regulasi yang memungkinkan masyarakat mengelola kawasan tersebut.
Regulasi tersebut antara lain Peraturan Menteri Kehutanan nomor P.55/Menhut-II/2011 tentang Tata Cara Permohonan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Pada Hutan Tanaman Rakyat.
Berikutnya Peraturan Menteri Kehutanan nomor P.39/Menhut-II/2013 tentang Pemberdayaan Masyarakat Setempat Melalui Kemitraan Kehutanan dan Peraturan Menteri Kehutanan nomor P.88/Menhut-II/2014 Tentang Hutan Kemasyarakatan.
"Ada juga Peraturan Menteri nomor 9 tahun 2014 tentang Hutan Desa," ujarnya.
Hingga saat ini kata dia seluas 23 ribu hektare hutan di daerah ini sudah dikelola dengan sistem hutan desa, hutan kemasyarakatan dan hutan rakyat.
Sedangkan seluas 48 ribu hektare usulan untuk hutan kemasyarakatan, hutan desa dan hutan rakyat sedang diproses Kementerian Kehutanan.***3***