Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyita tiga unit mobil milik mantan Kepala Kantor Bea Cukai Makassar, Sulawesi Selatan, Andhi Pramono, tersangka kasus dugaan penerimaan gratifikasi, yang disimpan di Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
"Tim penyidik KPK pada Kamis (5/10), bertempat di Komplek Legenda Wisata, Nagrak Gunung Putri, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, telah selesai melakukan penyitaan tiga unit mobil milik tersangka AP," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri saat dikonfirmasi di Jakarta, Jumat.
"Tim penyidik KPK pada Kamis (5/10), bertempat di Komplek Legenda Wisata, Nagrak Gunung Putri, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, telah selesai melakukan penyitaan tiga unit mobil milik tersangka AP," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri saat dikonfirmasi di Jakarta, Jumat.
Mobil yang disita penyidik KPK itu masing-masing satu unit Honda CR-V warna hitam metalik, satu unit Honda Tipe Brio Satya warna abu abu, dan satu unit Smart Tipe Fortwo 52 KW.
Ali mengatakan penyitaan aset tersebut adalah bagian dari penyidikan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dengan metode mengikuti aliran uang atau follow the money.
"Penyitaan aset-aset tersebut sebagai bentuk penelusuran konkrit adanya follow the money terkait dugaan TPPU yang dilakukan tersangka dimaksud," ujarnya.
Sebelumnya, penyidik KPK pada Kamis, 21 September 2023, juga menyita tiga unit mobil mewah milik Andhi Pramono yang diduga sengaja disembunyikan di Ruko Green Land, Kecamatan Batam Centre, Kota Batam, Kepulauan Riau.
Tiga mobil mewah tersebut, yakni satu unit Hummer Tipe H3 warna silver, satu unit Morris Tipe Mini warna merah, dan satu unit Toyota Tipe Rodster warna merah.
KPK pada Jumat, 7 Juli 2023, menahan Andhi Pramono sebagai tersangka kasus dugaan penerimaan gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Andhi diduga memanfaatkan jabatannya untuk menjadi makelar, memfasilitasi pengusaha, dan menerima gratifikasi sebagai balas jasa.
Sebagai broker, tersangka Andhi Pramono diduga menghubungkan antarimportir untuk mencarikan barang logistik yang dikirim dari wilayah Singapura dan Malaysia, di antaranya menuju ke Vietnam, Thailand, Filipina, dan Kamboja.
Dari rekomendasi dan tindakan yang dilakukannya, tersangka Andhi diduga menerima imbalan sejumlah uang sebagai bentuk bayaran (fee).
Rekomendasi yang dibuat dan disampaikan tersangka Andhi Pramono itu diduga menyalahi aturan kepabeanan, termasuk para pengusaha yang mendapatkan izin ekspor dan impor diduga tidak berkompeten.
Siasat tersangka Andhi Pramono menerima bayaran tersebut, salah satunya melalui transfer uang ke beberapa rekening bank dari pihak-pihak kepercayaannya yang merupakan pengusaha ekspor impor dan pengurusan jasa kepabeanan.
Penerimaan gratifikasi tersebut diduga terjadi pada rentang waktu 2012-2022, yang saat itu Andhi Pramono menduduki beberapa posisi, mulai dari penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) hingga pejabat eselon III di Direktorat Jenderal (Ditjen) Bea dan Cukai Kementerian Keuangan dengan posisi terakhirnya sebagai Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai (KPPBC) Makassar.
Dugaan penerimaan gratifikasi oleh tersangka Andhi Pramono itu hingga kini tercatat sekitar Rp28 miliar dan masih terus dilakukan penelusuran lebih lanjut. Uang hasil korupsi tersebut diduga digunakan tersangka Andhi untuk belanja keperluan pribadi dan keluarganya.
Kemudian, dalam kurun waktu tahun 2021 dan 2022, Andhi diduga melakukan pembelian berlian senilai Rp652 juta, pembelian polis asuransi senilai Rp1 miliar, dan pembelian rumah di wilayah Pejaten, Jakarta Selatan, senilai Rp20 miliar.
Atas perbuatannya, tersangka Andhi Pramono dijerat Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Andhi Pramono juga disangkakan dengan Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU.