JAKARTA (ANTARA) - Bergentayangan sejak dini hari
Dari semua sudut kota ini
Menghindari panas matahari
Dalam lomba berburu rejeki
Tak ada lagi yang berjalan kaki
Naik bajaj atau metromini
Semua orang punya motor satu
Dari majikan sampai pembantu
Itulah sepenggal lagu berjudul "Jakarta Motor City" dari Sir Dandy yang menggambarkan warga Jakarta tak terpisahkan kehidupannya dari kendaraan bermotor.
Apalagi untuk mencari rejeki, kendaraan bermotor memang masih jadi primadona warga Jakarta, disamping dinilai lebih ekonomis. Tak perlu banyak syarat, warga sangat mudah memiliki kendaraan bermotor pribadi di DKI.
Saat ini, macet di ibu kota masih seperti benang kusut yang sulit terurai seiring jumlah kendaraan bermotor yang mengaspal di jalanan kian meningkat.
Tak heran memang pada pertengahan 2023 saja, tercatat 23 juta kendaraan di Jakarta berseliweran di jalanan setiap hari. Polda Metro Jaya menyebutkan bahwa jumlah itu meningkat dua hingga tiga persen per tahunnya. Dari 23 juta itu sekitar 70 persen atau 17 juta didominasi oleh kendaraan roda dua.
Setiap harinya suara saut-sautan klakson menjadi hal yang biasa di Jakarta. Mulai dari gelap buta di pagi hari hingga senja tenggelam seakan tak ada hentinya suara klakson terdengar.
Oleh karena itu, kemudian muncul sebuah ungkapan "Jakarta itu kalo enggak macet, ya macet banget".
Bukan soal macet saja yang tak kunjung selesai, dampak dari membludaknya kendaraan di Jakarta juga berdampak pada soal ancaman polusi udara. Indeks pemantau kualitas udara menunjukkan Jakarta tak pernah keluar dari angka sepuluh besar di dunia dengan kualitas udara terburuk dalam beberapa bulan terakhir.
Sebenarnya sejumlah langkah terus dilakukan pemerintah untuk mengurangi kendaraan di Jakarta. Mulai dari integrasi transportasi umum di Jakarta, kebijakan three in one (3 in 1) dan saat ini ganjil-genap (Gage) hingga pemberlakuan kembali tilang uji emisi untuk kendaraan yang tak memenuhi indeks nilai standar gas buang ramah lingkungan.
Sejumlah kebijakan ini dinilai belum mampu mengendalikan lalu lintas yang padat dan macet di sejumlah ruas jalan di Jakarta.
Satu kebijakan yang telah diwacanakan sejak lama yakni soal rencana penerapan kebijakan jalan berbayar elektronik atau Electronic Road Pricing (ERP) patut dicoba untuk mengurai kemacetan di Ibu Kota.
Sejatinya, ERP bukanlah cara baru dalam mengendalikan kemacetan lalu lintas. ERP merupakan bagian dari konsep smart city dan smart driving. ERP sebagai dasar kota cerdas tanpa kemacetan jalan akut dan pengendara atau pengguna jalan cerdas akan mampu memilih moda apa yang akan digunakan untuk bermobilitas menuju tujuannya.
ERP solusi kemacetan
Rencana penerapan ERP sudah diwacanakan sejak era Gubernur DKI Jakarta, Sutiyoso, dengan terbitnya Peraturan Gubernur Nomor 103 tahun 2007 tentang Pola Transportasi Makro.
Menanti penerapan ERP guna mengurai kemacetan Jakarta
Senin, 6 November 2023 7:41 WIB 1521