Menanti penerapan ERP guna mengurai kemacetan Jakarta
Senin, 6 November 2023 7:41 WIB 1501
Kebijakan itu bagaikan pisau bermata dua karena di satu sisi ERP dapat menjadi solusi kemacetan sekaligus memberikan Pendapatan Asli Daerah (PAD) untuk DKI Jakarta. Namun, di sisi lain kebijakan tersebut terhambat dalam sosialisasi dan meyakinkan masyarakat karena dinilai
memberatkan perekonomian masyarakat. Untuk itu, ERP adalah kebijakan yang sangat tidak populer.
Tidak banyak kota yang menerapkan ERP, karena sulitnya mendapatkan dukungan politisi dan masyarakat. Contohnya di Stockholm, Swedia untuk menerapkan ERP, mereka melakukan referendum untuk mendapatkan persetujuan dari masyarakat.
Singapura bisa menerapkan ERP karena pemerintahnya berkomitmen kuat soal transportasi publik kemacetan dan penetapan kebijakan yang otoriter.
Berkaca dari Singapura adalah negara pertama yang mengaplikasikan ERP tahun 1998, awalnya disebut urban road user charging.
Sebelum ERP, Singapura menggunakan Area Licensing Scheme (ALS). Tahun 1998, ALS diganti dengan Electronic Road Pricing (ERP). Jenis pemungutan berada pada di 42 titik pembayaran. Tarif yang dikenakan antara 0,40 dolar Amerika Seritkat (AS) hingga 6,20 dolar AS, beroperasi mulai jam 07.00 hingga 21.30 dan tarif bisa berubah sesuai dengan jam.
Pemasukan bruto per tahun 65 juta dolar AS dan biaya operasional 12,25 juta dolar AS atau 19 persen. Terjadi penurunan lalu lintas pada peak dan off peak sebesar 25 persen.
Kemudian, London, Inggris digagas tahun 1964 oleh ahli ekonomi Robert Smith dengan konsep road charging dan dimulai 17 Februari 2003 oleh Wali Kota London Kenneth Robert Livingstone 2000-2008.
Jenis pemungutan tarif di semua kawasan atau area. Tarif yang dikenakan antara 13,60 dolar AS hingga 18,20 dolar AS dan beroperasi mulai jam 06.30 hingga 18.00. Pemasukan bruto per tahun 450 juta dolar AS dan biaya operasional 300 juta dolar AS atau 67 persen. Terjadi penurunan lalu lintas pada peak dan off peak sebesar 20 persen.
Direktur Eksekutif Institut Studi Transportasi (Instran) Deddy Herlambang. mengatakan penerapan ERP lebih efektif mengurai kemacetan lalu lintas dan polusi udara di Jakarta. Siapapun yang membuat macet dan polusi itu semuanya kena denda dengan ERP.
Deddy Herlambang menilai ERP lebih efektif dan tepat sasaran dibanding dengan dua sistem pengendalian lalu-lintas sebelumnya yaitu sistem 3 in 1 dan sistem Gage. Penerapan ERP bisa memberikan rasa adil bagi semua pengendara di Jakarta.
Sejumlah manfaat dari penerapan ERP untuk masyarakat di antaranya mengurangi kebisingan dari bunyi kendaraan, menurunkan tingkat polusi udara (emisi gas buang) yang berasal dari asap kendaraan, volume kendaraan berkurang, tingkat kecelakaan berkurang, kegiatan masyarakat akan lebih produktif, dan meminimalkan kerugian ekonomi akibat kemacetan lalu lintas.
Kemudian, untuk pengguna jalan dapat memberikan kenyamanan berkendara, perjalanan menjadi lebih tepat waktu, kemudahan pembayaran, kemudahan berpindah moda ke angkutan umum, dan jalur TransJakarta lebih lancar.
Sedangkan bagi pemerintah bisa mengatasi kemacetan, keberlanjutan sistem dan operasional, mempermudah penerapan pembatasan lalu lintas, peralihan kendaraan pribadi ke angkutan umum, meningkatkan efektivitas dan efisiensi manajemen permintaan, mengurangi subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM).
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta harus sanggup memindahkan kebiasaan masyarakat menggunakan kendaraan pribadi menjadi beralih menggunakan transportasi umum untuk mewujudkan Jakarta sebagai kota bisnis di Tanah Air.
Integrasi transportasi
Kementerian Perhubungan melaporkan kerugian negara akibat kemacetan hampir Rp100 triliun per tahun. Dari jumlah itu, lebih baik digunakan untuk membangun infrastruktur angkutan massal.