Kepala OJK Provinsi Bengkulu Tito Adji Siswantoro menerangkan, dengan adanya temuan kasus korupsi di di BTN dan BSI Bengkulu, pihaknya terus mendorong pengelola melalui Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) terkait data kelola.
"OJK telah memberikan teguran-teguran terkait manajemen nya kepada BTN Bengkulu dan pengawasannya dari pusat," kata dia di Kota Bengkulu, Rabu.
Melalui POJK, perbankan di Provinsi Bengkulu dapat terhindar dari tindakan penyimpangan atau pembiaran yang sengaja dilakukan untuk mengelabui, menipu atau memanipulasi bank, nasabah atau pihak lain.
"Kita selalu mendorong pengelola perbankan ada POJK terkait dengan data kelola. Jadi kita mendorong kepada audit internal untuk selalu mengaudit lebih dalam lagi apabila ada indikasi indikasi fraud sehingga perlu diperkuat dari audit internal nya," ujar Tito.
Sebelumnya, Kejaksaan Negeri (Kejari) Bengkulu telah menetapkan dua orang mantan pejabat Bank Tabungan Negara (BTN) di wilayah tersebut yaitu DA dan ZU sebagai tersangka kasus tindak pidana korupsi.
"Sudah ada penetapan tersangka dua orang untuk penahanan belum dilakukan," terang Kepala Kejari Bengkulu Yunitha Arifin.
Penetapan tersangka terhadap kedua tersangka terkait kasus dugaan korupsi kredit macet program KYG BTN Cabang Bengkulu sebesar Rp10 miliar.
Kemudian, terang Yunitha, belum dilakukannya penahanan dikarenakan pihaknya masih mengumpulkan alat bukti, bukti-bukti lainnya dan menunggu hasil audit dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Bengkulu.
Sebelumnya, beberapa waktu DA dan ZU telah diperiksa oleh tim penyidik Kejari Bengkulu selain itu kedua tersangka juga beberapa kali mengkir untuk diperiksa.
Diketahui, kasus tersebut berawal saat pemberian bantuan permodalan melalui KYG oleh BTN Cabang Bengkulu kepada PT Rizki Pabitei pada 2015-2020 dengan total bantuan mencapai Rp10 miliar.
Namun, diduga ada KKN dalam pemberian bantuan permodalan KYG pada PT Rizki Pabitei yang kemudian menggunakan kucuran dana untuk membuat puluhan unit rumah di salah satu kelurahan di Bengkulu dengan lahan di atas lima hektare.
Selanjutnya, dalam perjalan nya kredit KYG BTN tersebut dinyatakan Kolektibilitas lima (Kol-5) atau macet dan lahan lima hektare tersebut diduga dijual pengembang ke pihak lain sehingga menimbulkan kerugian negara.