Pentingnya literasi visual bagi Generasi Z
Kamis, 14 Maret 2024 11:13 WIB 419
Situasi menjadi makin mengkhawatirkan ketika deepfake berkaitan dengan kehidupan dan keselamatan manusia, seperti bencana alam, kekerasan, kecelakaan, atau konflik antarkelompok dan agama. Misalnya, deepfake yang menampilkan tokoh publik dalam situasi kontroversial atau menghasut dapat dengan cepat menjadi viral dan memicu konflik sosial.
Atau, misalnya, manipulasi visual yang menggambarkan bencana alam palsu tidak hanya menyesatkan tetapi juga dapat mengalihkan perhatian dan sumber daya dari situasi darurat nyata yang membutuhkan perhatian segera.
Kita bisa membayangkan potensi risiko yang bakal terjadi, seperti: penyebaran ujaran kebencian, kecemasan, rasa putus asa, dan bahkan kemarahan yang membara. Potensi ini tidak hanya mengancam kebenaran informasi tetapi juga meresahkan tatanan sosial, mempengaruhi cara kita merespons berita yang kita terima. Inisiatif seperti pengembangan teknologi deteksi deepfake, regulasi yang lebih ketat, dan kampanye kesadaran publik merupakan langkah penting dalam melawan manipulasi digital.
Pengaruh teknologi ini juga terlihat dalam strategi kampanye "gemoy" yang viral di Indonesia, di mana AI dan kreativitas visual digunakan untuk mengubah citra publik seorang politikus. Greg Barton (2023), pengamat politik dari Australia, menyoroti bagaimana strategi ini dirancang untuk menarik perhatian pemilih muda, dengan mengubah citra Prabowo, yang dikenal sebagai "eks-Jenderal yang menakutkan," menjadi "Paman gemoy yang menggemaskan."
Meskipun strategi ini menuai beragam kritik, ternyata memiliki dampak signifikan terhadap pemilih pemula. Seperti yang dituturkan Fika Juliana Putri,19 tahun, yang merasa terkesan pada visualisasi Prabowo versi kartun gemoy dengan pipi chubby, hasil kreasi AI-generated Mid-journey, dan akan memilihnya pada pemilu 2024, seperti dilansir di beberapa media online (20/2/2024).
Bisa jadi tidak sedikit pemilih muda lainnya yang sependapat dengan Fika. Teknologi AI telah memengaruhi cara pemilih muda mengambil keputusan politik, di mana aspek visual dan kreativitas digital memiliki dampak yang tidak kalah pentingnya dengan isu-isu substantif.
Fenomena ini menunjukkan pergeseran dalam faktor-faktor yang memengaruhi keputusan politik pemilih muda, menyoroti peran penting pendidikan politik, dan literasi media digital, di antaranya kemampuan berpikir kritis, mengidentifikasi, dan menganalisis strategi kampanye yang memanfaatkan teknologi canggih.
Pentingnya literasi visual
Gen-Z harus menguasai keterampilan kunci dalam berliterasi visual di media sosial, yakni kemampuan membaca, memahami, menginterpretasi, dan mengevaluasi dengan kritis konten visual yang tersebar di media sosial. Selain itu, penting bagi mereka memahami bagaimana gambar dibuat, konteks budaya dan sosialnya, serta dampaknya terhadap masyarakat.
Pentingnya literasi visual di era digital bukan hanya sebatas pada kemampuan mengenali dan menilai keaslian sebuah gambar atau video. Lebih dari itu, literasi visual mengajarkan kita cara menginterpretasikan konten visual dan mengintegrasikannya dalam praktik sehari-hari dan meningkatkan sensitivitas kritis kita.
Dengan mengasah literasi visual, Gen-Z tidak hanya dapat melindungi diri dari misinformasi, tetapi juga memanfaatkan kekuatan visual sebagai alat komunikasi yang efektif dan bertanggung jawab. Hal ini memungkinkan mereka lakukan untuk berkontribusi pada pembangunan ekosistem digital yang lebih informatif, sehat, dan berbasis pengetahuan.
*) Elis Zuliati Anis adalah dosen Universitas Ahmad Dahlan (UAD) Yogyakarta, alumnus University of Western Australia