Para elite parpol cenderung enggan melepas jabatan legislatornya karena untuk maju pilkada harus mundur dari posisi anggota DPRD.
"Imbas dari keserentakan pileg, pilpres, dan pilkada adalah bahwa para legislator (aktivis parpol) baru 'berperang habis-habisan' lalu harus 'berperang' lagi dalam pilkada yang tahapannya beririsan. Ini tentu membutuhkan energi dan 'logistik' yang kuat," kata dia.
Keempat, para calon kepala daerah cenderung memilih risiko terkecil dalam bersaing pada pilkada.
selama ini kelolosan/ketidaklolosan syarat dukungan dari jalur perseorangan membutuhkan 'atensi dan restu' pihak tertentu. Jadi, cukup berisiko secara politis jika tetap menggunakan jalur perseorangan tanpa basis massa dukungan yang faktual.
Baca juga: Ketua KPU: Jadikan keberhasilan pemilu lalu suksesi pilkada 2024
Baca juga: Pemkab Rejang Lebong proses pencairan dana hibah Pilkada Tahun 2024
Sementara itu, Titi Anggraini, pakar kepemiluan dari Universitas Indonesia (UI), mengamini bahwa tantangan bagi calon perseorangan cukup berat, dengan beberapa faktor penyebab sedikitnya partisipasi calon independen.
Pelaksanaan pilkada yang beririsan waktunya dengan tahapan pemilu pada tahun yang sama sangat tidak ideal. Ke depan, harus diatur sedemikian rupa agar dua kontestasi besar tidak digelar pada waktu yang jedanya singkat.
Hal tersebut dapat menguras tenaga, waktu, pikiran, dan logistik dari penyelenggara dan peserta kontestasi demokrasi. Perlu waktu pemulihan yang cukup sebelum bersaing dari pemilu legislatif/pilpres ke pilkada.
Titi menyebut persyaratan berat dan waktu yang sempit menjadi kendala calon perseorangan tidak turut serta dalam Pilkada 2024.
Mengumpulkan dukungan 6,5 hingga 10 persen dari jumlah pemilih pemilu terakhir serta verifikasi syarat dukungan yang dilakukan secara sensus membuat jalur independen semakin sulit ditempuh.
Untuk itu, ia menyarankan persyaratan yang ringan serta proporsional dan waktu yang cukup bagi calon jalur perseorangan untuk bisa turut bersaing dalam pilkada.
Baca juga: Gerindra siapkan Ahmad Dhani jadi Wali Kota Surabaya pada Pilkada 2024
Baca juga: Mendagri terbitkan Surat Edaran guna wujudkan Pilkada aman dan damai
Terkait waktu yang sempit itu, ia merujuk salah satunya pada durasi pengumpulan dukungan dan pengunggahan dokumen dukungan ke Silon KPU.
Melalui implementasi solusi-solusi tersebut, diharapkan calon independen akan lebih mudah berpartisipasi dalam pilkada demi memberikan lebih banyak pilihan kepada masyarakat dan memperkuat demokrasi lokal.
Sementara itu, peneliti politik senior dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro mengatakan perlunya upaya agar pencalonan kepala daerah independen diperlonggar agar ke depan partisipasinya bisa naik.
Tingginya partisipasi calon kepala daerah perseorangan tentu akan memperbanyak pilihan bagi masyarakat. Pilihan kepala daerah yang variatif dapat mendorong partisipasi politik dan memperkuat demokrasi lokal, khususnya di daerah-daerah yang kerap mengalami kendala untuk mencalonkan lebih dari satu kandidat kepala daerah.
Terkait persyaratan kepala daerah jalur perseorangan, ia menekankan pentingnya membuat syarat yang tidak terlalu mudah dan juga tidak terlalu sulit, untuk memastikan pilihan bakal calon kepala daerah menjadi lebih variatif serta menghindari adanya calon tunggal.
Dengan syarat yang proporsional saja calon perseorangan belum tentu banyak yang mau mendaftar, apalagi dipersulit.
Editor: Achmad Zaenal M