"Untuk berjaga dan mengantisipasi, dalam rangka pengamanan aksi elemen masyarakat di depan Gedung KPU RI dan sekitarnya, kami melibatkan sejumlah 1.293 personel gabungan," kata Kapolres Metro Jakarta Pusat Kombes Polisi Susatyo Purnomo Condro kepada pers di Jakarta, Jumat.
Personel gabungan tersebut berasal dari Polda Metro Jaya, Polres Metro Jakarta Pusat, TNI, Pemda DKI dan instansi terkait.
Susatyo menyebutkan, personel keamanan ditempatkan di sekitar Gedung KPU untuk mencegah massa masuk ke dalam gedung penyelenggara pemilihan umum (pemilu) tersebut.
Baca juga: Polda Metro nyatakan tak ada pengunjuk rasa RUU Pilkada yang ditangkap
Baca juga: DPR pastikan pengesahan RUU Pilkada batal dan putusan MK akan berlaku
Baca juga: Polda Metro nyatakan tak ada pengunjuk rasa RUU Pilkada yang ditangkap
Baca juga: DPR pastikan pengesahan RUU Pilkada batal dan putusan MK akan berlaku
Terkait penutupan arus lalu lintas di sekitar gedung KPU, kata Susatyo, hal itu bersifat situasional. Rekayasa arus lalu lintas diberlakukan berdasarkan perkembangan dan dinamika di lapangan.
"Bila di depan KPU massa cukup banyak dan eskalasi meningkat, maka kami lakukan penyekatan," kata Susatyo.
Susatyo menegaskan kepada seluruh personel yang terlibat pengamanan untuk selalu bertindak persuasif, tidak terprovokasi, mengutamakan negosiasi dan pelayanan secara humanis (berperikemanusiaan).
Susatyo mengimbau kepada para koordinator lapangan (korlap) dan peserta aksi untuk melakukan aksi dengan santun, tidak anarkis, menjaga keamanan dan ketertiban sehingga kegiatan aksi dapat berjalan aman dan tertib sesuai harapan semua.
Baca juga: DPR jamin tak akan ada pengesahan RUU Pilkada secara diam-diam
Baca juga: KIP: Putusan MK soal Pilkada tidak berlaku di Aceh
Baca juga: DPR jamin tak akan ada pengesahan RUU Pilkada secara diam-diam
Baca juga: KIP: Putusan MK soal Pilkada tidak berlaku di Aceh
Susatyo juga menyebutkan, personel yang terlibat pengamanan tidak ada yang membawa senjata dan tetap menghargai massa aksi yang menyampaikan pendapatnya.
Sebelumnya, Selasa (20/8), Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan dua putusan terkait pencalonan kepala daerah, yakni Putusan Nomor 60/PUU/XXII/2024 dan 70/PUU-XXII/2024.
Putusan Nomor 60/PUU/XXII/2024 mengubah ambang batas pencalonan partai politik atau gabungan partai politik untuk mengusung pasangan calon kepala daerah dan calon wakil kepala daerah.
Putusan Nomor 70/PUU-XXII/2024 menegaskan bahwa batas usia minimum calon kepala daerah dihitung sejak penetapan pasangan calon oleh KPU.
Baca juga: Koalisi Lintas Organisasi Pers: Media massa dapat terdampak pasca-DPR anulir putusan MK
Baca juga: Pagar Gedung DPR jebol saat massa aksi tolak RUU Pilkada coba masuk
Baca juga: Koalisi Lintas Organisasi Pers: Media massa dapat terdampak pasca-DPR anulir putusan MK
Baca juga: Pagar Gedung DPR jebol saat massa aksi tolak RUU Pilkada coba masuk
Putusan itu menggugurkan tafsir putusan Mahkamah Agung sebelumnya yang menyebutkan bahwa batas usia itu dihitung sejak pasangan calon terpilih dilantik.
Namun, pada Rabu (21/8), Badan Legislasi DPR RI dan pemerintah menyetujui untuk melanjutkan pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 atau RUU Pilkada pada rapat paripurna DPR terdekat guna disahkan menjadi undang-undang.
Terdapat dua materi RUU Pilkada yang disepakati dalam Rapat Panja RUU Pilkada itu.
Pertama, penyesuaian Pasal 7 UU Pilkada terkait syarat usia pencalonan sesuai dengan putusan Mahkamah Agung (MA).
Kedua, perubahan Pasal 40 dengan mengakomodasi sebagian putusan MK yang mengubah ketentuan ambang batas pencalonan pilkada dengan memberlakukan hanya bagi partai non parlemen atau tidak memiliki kursi di DPRD.
Unjuk rasa revisi Undang-Undang Pilkada di Bandung berakhir ricuh
Unjuk rasa revisi Undang-Undang Pilkada di Bandung berakhir ricuh