Jakarta (ANTARA) - Istri hakim nonaktif Pengadilan Negeri Surabaya Erintuah Damanik, Rita Sidauruk, mengaku sedih saat melihat saldo ATM yang menunjukkan nol rupiah (Rp0) karena seluruh uangnya disita terkait kasus dugaan suap dan gratifikasi atas pemberian vonis bebas kepada terpidana pembunuhan Ronald Tannur pada 2024.
Rita, saat menjadi saksi dalam persidangan perkara tersebut, mengaku sampai memarahi sang suami karena telah terjerat dalam kasus itu sehingga menyebabkan seluruh uangnya disita.
"Saya dua kali datang ke ATM selalu tulisannya saldo Anda nol. Dalam hati kecil saya bertanya, kok bisa begini, kami alami kenapa begini Tuhan," kata Rita pada sidang pemeriksaan saksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Selasa.
Dia menjelaskan kondisi yang membuatnya semakin sedih saat melihat saldo ATM lantaran sejak Desember 2024 sang suami tak lagi mendapatkan gaji bulanan yang mencapai Rp28 juta.
Padahal, dia memiliki tiga anak yang saat ini duduk di perguruan tinggi, dengan satu anak bungsunya menempuh perkuliahan di perguruan tinggi swasta sehingga membutuhkan biaya yang lebih besar.
Oleh karena itu, Rita saat ini meminta bantuan sang kakak kandungnya serta kakak iparnya untuk menghidupi dirinya dan anak-anaknya sehari-hari.
"Selain itu, namanya ibu-ibu juga saya ada kecil-kecil punya perhiasan. Itu saya geser supaya bisa bertahan karena sekarang untuk membayar uang kuliah juga anak-anak pak," tuturnya.
Rita bersaksi untuk tiga orang hakim nonaktif Pengadilan Negeri Surabaya yang didakwa menerima suap berupa hadiah atau janji sebesar Rp4,67 miliar dan gratifikasi dalam kasus dugaan suap dan gratifikasi atas pemberian vonis bebas kepada terpidana pembunuhan Ronald Tannur pada 2024.
Tiga orang terdakwa tersebut, yakni Erintuah Damanik, Heru Hanindyo, serta Mangapul.
Selain suap, ketiganya juga diduga menerima gratifikasi berupa uang dalam bentuk rupiah dan berbagai mata uang asing, yakni dolar Singapura, ringgit Malaysia, yen Jepang, euro, serta riyal Saudi.
Dengan demikian, perbuatan para terdakwa diatur dan diancam pidana dalam Pasal 12 huruf c atau Pasal 6 Ayat (2) atau Pasal 5 Ayat (2) dan Pasal 12 B juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP.
Secara rinci suap yang diduga diterima oleh tiga hakim tersebut meliputi sebanyak Rp1 miliar dan 308 ribu dolar Singapura atau Rp3,67 miliar (kurs Rp11.900).