Bengkulu (ANTARA) - Himpunan Pertashop Merah Putih Indonesia mengklaim unit-unit usaha Pertamina Shop --distributor produk Pertamina berskala kecil-- setempat mengalami kerugian total sekitar Rp1,8 miliar.
"Kerugian itu akibat situasi darurat, yakni pendangkalan alur pelabuhan Pulau Baai Kota Bengkulu. Jika ditotal 140 Pertashop yang aktif, kerugian mencapai Rp1,8 miliar, ini memang akibat dari pendangkalan alur," kata Ketua Umum DPP HPMPI Steven lewat pesan elektronik diterima di Bengkulu, Minggu.
Pertamina Shop atau lebih dikenal dengan Pertashop merupakan distributor produk Pertamina berskala kecil.
Pertashop (Pertamina Shop) adalah agen distribusi kecil di bawah pengawasan PT. Pertamina yang melayani konsumen pada tingkat desa atau daerah di luar jangkauan daerah SPBU (stasiun pengisian bahan bakar umum).
Menurut dia bahwa kondisi terparah sejak usai Lebaran Idul Fitri 2025 atau sekitar 10 hari terakhir. Pertashop tidak mendapatkan suplai seperti biasanya, karena pasokan BBM terbatas.
"Kami sudah mengalami kekosongan sejak lebaran, parah sekali, per Pertashop mengalami keterlambatan pengiriman lima hingga hari. Kondisi tidak sama dengan SPBU, SPBU tetap dapat suplai," kata dia.
Keberadaan BBM selama alur Pelabuhan Pulau Baai belum bisa dilewati kapal pengangkut BBM Pertamina, yakni dari beberapa lokasi, termasuk Teluk Kabung, Lubuk Linggau, dan Terminal BBM Panjang, pasokan didistribusikan menggunakan transportasi darat.
Akibatnya, ujar dia tidak semua stasiun pengisian Pertashop yang bisa dipenuhi dari upaya pendistribusian menggunakan mobil tangki dari provinsi tetangga tersebut.
"Kami beli tunai, tapi menunggu diantar BBM lima hingga tujuh hari kemudian," ujarnya.
Pengadaan BBM per hari tidak menentu berapa kiloliter yang akan didapat, bahkan ada yang sudah sampai lima hingga tujuh hari Pertashop tutup.
"Karena armada (Pertamina) terbatas dan depot di suplai dari Lubuklinggau (Sumatera Selatan), jarak tempuh sangat jauh, awak mobil tangki tentu perlu istirahat begitu tiba di Bengkulu ini menyebabkan keterlambatan dan keterbatasan jumlah distribusi," ucapnya.
Minta kepastian Kemenhub
Sebelumnya, Gubernur Bengkulu Helmi Hasan meminta Kementerian Perhubungan RI agar menyerahkan pengelolaan alur ke Pemerintah Provinsi Bengkulu akibat kondisi pendangkalan alur tak kunjung selesai, dan Pelindo dinilai tidak serius mengatasi masalah alur sudah hampir 18 tahun.
"Saya minta Pelindo kibarkan bendera putih (tanda tidak sanggup) dan meminta kepada Kementerian Perhubungan menyerahkan pengelolaan alur ke Pemerintah Provinsi Bengkulu bukan ke Pelindo lagi, karena rakyat Bengkulu yang jadi musibah bukan rakyat Pelindo," kata Gubernur Bengkulu Helmi Hasan.
Gubernur Helmi mengaku geram dan marah karena kondisi alur tak kunjung selesai akibatnya Bengkulu mengalami kerugian termasuk warga Pulau terluar Indonesia di Bengkulu, Pulau Enggano Kabupaten Bengkulu Utara.
Warga Enggano merasakan sejumlah dampak dan permasalahan sejak kapal dari Pelabuhan Pulau Baai Bengkulu tidak bisa berangkat ke Pulau Enggano serta sebaliknya.
Gubernur Helmi mengatakan Pemerintah Provinsi Bengkulu telah berulang kali menemui pihak Pelindo namun kondisi alur tetap tidak bisa dilalui kapal.
"Solusinya penanganan alur harus kita ambil alih (jika Pelindo tidak mampu menyelesaikannya), karena sudah belasan tahun masalah pendangkalan alur terjadi dan telah menghabiskan anggaran ratusan miliar rupiah," ujar Helmi.