Jakarta (Antara) - Sikap konsumtif para pejabat memperparah budaya korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN), kata salah satu warga, terkait mulai disidangkannya kasus korupsi kartu tanda penduduk elektronik (KTP-E) pada anggaran negara tahun 2011-2012.
Seorang guru di Sekolah Menengah Atas (SMA) Al-Hasra di Parung, Bogor, Helmidar, mengatakan kepada Antara di Jakarta, Senin, tindakan korupsi sangat dipengaruhi oleh gaya hidup yang konsumtif.
Kasus korupsi menjerat sejumlah pejabat Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), anggota DPR, tokoh parpol, pengusaha swasta, dan pegawai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) terkait penggunaan anggaran KTP-E sebesar Rp 5,9 triliun.
Dalam sidang tindak pidana korupsi (Tipikor) pada Kamis 9 Maret 2017 terungkap dugaan penyalahgunaan anggaran sebesar Rp 2,3 triliun.
"KKN sangat membudaya di kalangan masyarakat Indonesia, mulai dari pejabat tinggi sampai ke masyarakat bawah. Hal ini dipengaruhi oleh gaya hidup konsumtif dan sikap mental yang lemah iman," ujar Helmidar, wanita yang tinggal di Tangerang Selatan, Banten.
Helmidar menambahkan kasus yang melibatkan pejabat, anggota DPR, tokoh partai politik (parpol), dan pengusaha ini harus diusut tuntas sesuai hukum Indonesia.
"Hukum harus tegas dalam menindak para pelaku kasus korupsi KTP-E ini dan diselesaikan sampai tuntas apalagi kasus tersebut dilakukan oleh pejabat negara atau pemerintah yang merugikan negara dan akibatnya juga ditanggung oleh rakyat Indonesia," katanya.
Sedangkan, Muhammad Okky Novriasani yang merupakan mahasiswa lulusan Magister Hukum Universitas Pembangunan Nasional (UPN) di Pondok Labu, Jakarta, menuturkan tindakan korupsi sudah membudaya di kalangan para pejabat tinggi.
"Tindakan korupsi sulit untuk dihindari karena sudah menjadi rantai dan kebiasaan. Biasanya pejabat yang terkait korupsi, anak buahnya mau tidak mau harus ikut dalam rantai tersebut," tutur pria 27 tahun ini.
Menurut Okky, solusi mencegah terjadinya korupsi yaitu dengan menanamkan pendidikan antikorupsi sejak dini dan memperbaiki aparat-aparat penegak hukum.
"Menurut saya, solusi mencegah terjadinya korupsi adalah mengajarkan pendidikan antikorupsi kepada anak-anak yang berada di bangku sekolah maupun di bangku perkuliahan. Namun, jika sudah terjadi tindak korupsi, aparat penegak hukum harus memberatkan sanksi kepada orang-orang yang terlibat, serta bagi siapa saja yang melanggar Undang-Undang (UU) harus diberhentikan dan dihukum sesuai dengan tindak pidana yang dilakukan," paparnya. ***2***