Bengkulu (Antara) - Puluhan relawan Bengkulu yang dikoordinir Forum Harimau Kita (FHK) menggelar sapu jerat untuk melindungi harimau Sumatera (Phantera tigris Sumatrae) dari perburuan liar sekaligus memperingati Hari Harimau Sedunia atau "Global Tiger Day 2017".
"Ada lebih 20 orang relawan yang terdiri dari mahasiswa dan pemuda yang ikut kegiatan sapu atau bersih jerat harimau di beberapa kawasan hutan Bengkulu," kata Anggota FHK, Erni Suyanti Musabine di Bengkulu, Senin.
Para relawan kata dia adalah kalangan mahasiswa pecinta alam dari berbagai kampus di Bengkulu, anggota komunitas mangrove serta sejumlah mahasiswa dari Fakultas Biologi, Universitas Sriwijaya, Sumatera Selatan.
Sapu jerat tersebut didampingi dua lembaga yang fokus pada perlindungan harimau Sumatera yakni tim Program Harimau Sumatera (PHS) Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) dan Lingkar Institute Bengkulu.
"Mereka tidak hanya membersihkan jerat tapi juga dilatih tentang patroli pintar untuk mendapatkan data ancaman hutan," ucapnya.
Koordinator sapu jerat, Rafik Sani dari Lingkar Institute mengatakan tim terbagi enam yang disebar di sejumlah kawasan hutan di Kabupaten Mukomuko, Bengkulu Utara, Seluma dan Kabupaten Kaur.
Menurut Rafik, empat wilayah tersebut menjadi sasaran tim sapu jerat mengingat jumlah konflik antara manusia dan harimau, termasuk angka perburuan liar cukup tinggi di wilayah itu.
Mengutip data Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Bengkulu-Lampung, kurun waktu 2008 - 2015 telah terjadi 81 kasus konflik manusia-harimau di wilayah Provinsi Bengkulu yang disertai kasus perburuan liar.
Karena itu, partisipasi dan kolaborasi dari berbagai pihak dibutuhkan untuk penyelamatan harimau yang tersisa di wilayah ini.
"Antusias masyarakat yang mendaftar sebagai relawan sangat tinggi, tapi slot terbatas, ada empat sampai lima orang tiap tim yang akan berada dalam hutan selama tujuh hari," ujarnya.
Harimau Sumatera merupakan spesies harimau terakhir yang dimiliki Indonesia setelah kepunahan harimau Bali dan harimau Jawa.
Kelestarian satwa langka dilindungi ini semakin terancam akibat kehilangan habitat serta perburuan liar sehingga menempatkannya dalam daftar merah atau "critically endangered" (terancam punah) oleh International Union for Conservation of Nature (IUCN).***3***