Kota Padang (ANTARA) - Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) Universitas Andalas (Unand) Prof Marzuki menegaskan dampak kerusakan besar dari bencana hidrometeorologi yang terjadi di Provinsi Sumatera Barat tidak murni faktor iklim, melainkan juga dipengaruhi lingkungan yang terganggu.
"Curah hujan tinggi memicu banjir, tetapi kerusakan besar yang terlihat di sungai, jembatan putus, kayu gelondongan hanyut dan perubahan aliran sungai, itu tidak murni faktor iklim. Ada faktor lingkungan yang sudah terganggu," kata Ketua LPPM Unand Prof Marzuki di Padang, Senin.
Marzuki menjelaskan sungai pada dasarnya memiliki jalur alami dan ketika jalur tersebut rusak akibat aktivitas manusia, maka bencana yang terjadi menjadi lebih parah. Bencana yang terjadi saat ini memang termasuk dalam kategori bencana hidrometeorologi yakni bencana yang dipicu langsung oleh dinamika atmosfer atau cuaca.
Namun, di samping faktor cuaca itu sendiri, fakta menunjukkan bahwa kerusakan lingkungan turut memperparah kondisi atau dampak dari bencana hidrometeorologi tersebut.
"Alam itu selalu mencari jalannya. Apapun yang kita lakukan terhadap alam akan mempengaruhi bagaimana ia mengalir," ujar dia.
Oleh karena itu, kata dia, pemerintah dan pemangku kepentingan harus menekankan aspek perbaikan tata kelola lingkungan untuk meminimalkan kerusakan saat bencana terjadi.
"Hujan mungkin tidak bisa dikendalikan, tetapi dampaknya bisa dikurangi. Kuncinya ada pada pengelolaan lingkungan," tambahnya.
Sementara itu, Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Padang Panjang, Sonny Budaya Putra mengatakan banjir bandang yang terjadi pada 27 November 2025 berbeda dengan kejadian banjir bandang 12 Mei 2024.
Pemerintah daerah bersama pihak terkait akan menyelidiki atau mencari tahu penyebab banjir bandang tersebut. Namun, untuk saat ini fokus pemerintah bersama Tim SAR gabungan ialah memfokuskan pencarian korban, evakuasi, pemenuhan kebutuhan penyintas banjir, serta perawatan korban selamat.
