Bengkulu (ANTARA Bengkulu) - Gubernur Bengkulu Junaidi Hamsyah
mengatakan daerah itu rawan konflik atau sengketa lahan antara
masyarakat dengan perusahaan perkebunan.
"Karenanya potensi konflik lahan itu perlu diantisipasi dini," katanya kepada wartawan di Bengkulu, Kamis.
Ia mengatakan hal itu usai menyampaikan Data Penduduk Potensial
Pemilih Pemilu (DP4) 2014 kepada komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU)
Provinsi Bengkulu.
Sebelum menyerahkan DP4 tersebut, Gubernur membacakan sambutan
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) yang salah satunya menyinggung tentang
meningkatnya kasus konflik horizontal di Tanah Air.
Data Kemendagri menyebutkan terdapat 298 peristiwa konflik sepanjang periode 2010 hingga 2012.
Kasus konflik cenderung meningkat pada akhir 2012 dimana terjadi
128 peristiwa konflik atau meningkat dari kasus pada 2010 93 kasus dan
2011 sebanyak 77 peristiwa.
Konflik tersebut sebagian besar dipicu masalah politik, ekonomi dan sosial.
"Pemerintah pusat menginstruksikan daerah agar konflik yang terjadi
di berbagai daerah menjadi perhatian sehingga tidak mengganggu
stabilitas nasional," katanya.
Khusus potensi konflik di Bengkulu, kata dia, pemerintah akan
mengidentifikasi lebih detil untuk mengetahui akar masalahnya.
Pemerintah kabupaten dan kota, kata dia, juga diminta tidak
sembarangan menerbitkan izin penggunaan lahan kepada perusahaan baru
sehingga meminggirkan masyarakat.
"Masyarakat yang terpinggirkan dan merasa terusir dari tanahnya
menjadi salah satu persoalan yang sangat potensial memicu konflik,"
katanya.
Sementara itu Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Bengkulu
menyebutkan terdapat 20 titik rawan konflik agraria meliputi
pertambangan dan perkebunan di daerah ini yang perlu diantisipasi agar
tidak menimbulkan konflik sosial.
"Ada 20 titik daerah rawan konflik yang belum muncul ke permukaan,
sehingga potensi terjadinya konflik secara besar-besaran sangat tinggi,"
kata Manajer Advokasi dan Kampanye Walhi Bengkulu Benny Ardiansyah.
Ia mengatakan daerah rawan konflik agraria itu meliputi perusahaan
perkebunan dan pertambangan akibat penyesatan dasar pembangunan ekonomi,
baik daerah maupun nasional dengan bahasa kebutuhan investasi serta
didukung oleh perundang-undangan yang berpihak pada penanaman modal.
Dampaknya, kata dia, masa depan masyarakat Bengkulu beranjak dengan
kondisi 80 persen area budi daya dikuasai sekitar 49 perusahaan
perkebunan dan 72 perusahaan pertambangan.
Ia menyebutkan ruang kelola rakyat Bengkulu sebagian besar dikuasai
pemodal dengan jumlah seluruhnya mencapai 463,964 hektare.
Sedangkan jumlah penduduk Bengkulu mencapai 1,7 juta jiwa, jika
dibandingkan dengan luas wilayah mencapai 1,9 juta hektare, artinya
Bengkulu telah memasuki masa krisis ruang hidup dalam hal ini lahan.
Ia merinci, dari luas wilayah Bengkulu 1,9 juta hektare dimana 900
ribu hektare merupakan kawasan hutan, sedangkan 463 ribu hektare
dikuasai oleh perusahaan artinya masyarakat hanya dapat mengakses lahan
kurang dari 0,8 hektare per kepala keluarga. (ANT)
Gubernur : Bengkulu rawan konflik lahan akibat perkebunan
Jumat, 8 Februari 2013 8:14 WIB 1837