Bengkulu (ANTARA Bengkulu) - Direktur Yayasan Cahaya Perempuan Women Crisis Center Provinsi Bengkulu Tety Sumeri menagih komitmen pemerintah setempat untuk mengimplementasikan peraturan yang telah dibuat untuk kepentingan perempuan dan anak.
"Pemerintah di Bengkulu baik provinsi maupun kabupaten dan kota belum serius menganggarkan untuk kegiatan yang terkait dengan perempuan dan anak," kata dia, di Kota Bengkulu, Jumat.
Ia menjelaskan alokasi anggaran untuk kegiatan tersebut pada SKPD-SKPD sangat kecil yakni di bawah dua persen, padahal kebijakan minimal lima persen.
Hal tersebut, lanjut dia, disebabkan beberapa faktor diantaranya bahwa persoalan perempuan dan anak bukan isu seksi untuk urusan politik.
Tety menjelaskan, di daerah itu memang sudah ada peraturan daerah hingga dilengkapi dengan petunjuk teknis, namun implementasinya sangat minim.
"Hari ini delapan Maret sebagai Hari Perempuan Internasional, temanya `Janji adalah janji: Saatnya bergerak untuk mengakhiri kekerasan kepada wanita` sementara organisas International Women`s Day 2013 mengusung tema `Gender Agenda: Saat Meraih Momentum`. Semestinya ini dipahami dan diikuti oleh pemerintah di daerah," kata dia.
Penyebab lain, lanjutnya, yakni kurangnya dukungan dari legislatif yang juga terdapat perempuan di sana, tetapi tidak berupaya memperhatikan kepentingan masalah kesetaraan gender serta perlindungan anak.
"Perempuan di parlemen yang ada saat ini karena diuntungkan dengan kuota 30 persen yang merupakan upaya dari pergerakan perempuan, tetapi kapasitasnya tidak mendukung untuk kepentingan perempuan sesuai dengan aturan," kata dia.
Ke depan, lanjutnya, perempuan yang ingin maju sebagai wakil rakyat baik di eksekutif maupun legislatif untuk lebih menyiapkan diri dan mampu bersaing dengan laki-laki dalam urusan politik.
Tety Sumeri pun mengakui bahwa pemilih di daerah itu terbanyak adalah perempuan, sehingga menjadi sasaran "empuk" jelang pilkada atau pemilu.
"Kita dan pergerakan perempuan terus melakukan pendidikan politik, menjelaskan peran-peran perempuan sebagai warga negara, serta akan memberikan pendidikan politik bagi mereka yang akan mencalonkan diri pada pemilu," terang dia.
Selain itu, perempuan sebagai suara terbanyak akan melakukan posisi tawar kepada kandidat, terkait apa yang akan diperjuangkannya setelah terpilih.
Namun demikian, Tety pun mengakui bahwa terjadi perkembangan positif terhadap peran perempuan di Provinsi Bengkulu.
"Di sejumlah sektor informal banyak pekerja perempuan untuk menggerakan roda perekonomian dan beberapa sektor lainnya. Tetapi sayangnya pada 2012 lalu kepala badan pemberdayaan perempuan diganti oleh lelaki, begitu pula di kabupaten-kabupaten," katanya.
Sementara terkait pengaduan yang ditangani WCC Cahaya Perempuan Bengkulu, ia mengatakan tahun 2012 hampir 50 persennya adalah pelecehan seksual.
"Ada 20 pengaduan dan 16 ditangani. Pengaduan tersebut antara lain perkosaan termasuk yang dilakukan pacar dan oleh orang tua terhadap anak," katanya. (ANT)