Jakarta (ANTARA) - Nasabah PT Asuransi Jiwasraya (Persero) menyayangkan adanya sejumlah pihak yang menggoreng isu pemberian penyertaan modal negara (PMN) kepada PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (BPUI) untuk merestrukturisasi polis nasabah BUMN asuransi tersebut.
"Ada pihak-pihak yang tidak mendukung PMN. Umumnya mereka ini adalah yang tidak pro terhadap rakyat yang merupakan nasabah Jiwasraya," kata Agung Setiawan, salah satu nasabah Jiwasraya di Jakarta, Minggu.
Padalah, menurutnya, pemberian PMN ke BPUI menjadi salah satu cara yang digunakan pemerintah dan manajemen baru Jiwasraya untuk melakukan penyelamatan polis Jiwasraya.
Nababah Jiwasraya sebagian besar berasal dari kalangan pensiunan dan masyarakat biasa.
"Nasabah Jiwasraya itu juga rakyat yang harus diselamatkan yang menjadi korban atas kasus korupsi di tubuh Jiwasraya. Kami percaya dengan PMN, pemerintah dan manajemen baru Jiwasraya bisa mengembalikan uang nasabah yang kebanyakan pensiunan," ujarnya.
Meskipun begitu, Agus tidak merinci pihak yang dinilai menggiring opini publik atas PMN tersebut.
Ia hanya menjelaskan pihak tersebut memanfaatkan media sosial untuk menolak PMN sebagai kepentingan pribadi maupun kelompok.
Saat ini, Jiwasraya mencatatkan defisit ekuitas Rp37,7 triliun karena kondisi aset yang buruk serta pengelolaan produk asuransi yang tidak optimal. Akibatnya, Jiwasraya menanggung total liabilitas atau kewajiban sebesar Rp54 triliun.
Dengan liabilitas sebesar itu, Jiwasraya sulit membayar kewajiban nasabah.
Maka dari itu, pemerintah memilih opsi penyelamatan polis dengan transfer dan bail in untuk menyelamatkan polis Jiwasraya melalui pendirian perusahaan baru bernama Indonesia Finansial Group (IFG) Life di bawah BPUI. Salah satu caranya dengan menerbitkan PMN Rp22 triliun.
Sementara itu, Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS) Anthony Budiawan menilai program penyelamatan polis atau restrukturisasi, yang ditawarkan pemerintah dan manajemen baru, atas masalah keuangan Jiwasraya merupakan solusi terbaik untuk memenuhi hak para pemegang polis.
Langkah penyelamatan polis ini menjadi satu-satunya pilihan yang harus diambil pemerintah, ketimbang harus melikuidasi Jiwasraya yang diyakini akan menambah kerugian para pemegang polis.
"Pemerintah tidak ada pilihan lain kecuali restrukturisasi. Restrukturisasi adalah pilihan realistis karena biaya likuidasi akan jauh lebih tinggi," kata Anthony.
Mengacu hasil rapat Kementerian BUMN bersama Panitia Kerja (Panja) Komisi VI DPR RI, Kamis (1/10/2020), diputuskan dua alternatif solusi dalam menyelesaikan sengkarut masalah Jiwasraya.
Pertama, melikuidasi Jiwasraya dengan sisa aset berkisar 20 persen dari total liabilitas yang ada saat ini. Kedua, melakukan penyelamatan polis atau restrukturisasi terhadap seluruh polis nasabah dan memindahkannya ke IFG Life.
Terkait dua alternatif solusi ini, kata Anthony, akan lebih baik jika setelah direstrukturisasi pemerintah segera menjual aset-aset Jiwasraya yang tersisa. Hal ini dimaksudkan untuk membuat beban operasional BUMN bisa turun atau lebih efisien.