Balai Taman Nasional Kepulauan Togean (BTNKT) mengungkapkan kurang lebih 60 persen terumbu karang di kawasan konservasi Togean, Kabupaten Tojo Una-Una, Sulawesi Tengah, mengalami kerusakan.
"Rusak berat sekitar 40 persen dan rusak ringan 20 persen," kata Kepala BTNKT Bustang yang di hubungi dari Palu, Rabu.
Ia memaparkan kerusakan karang dipengaruhi dua faktor yakni transformasi lingkungan dan ulah manusia karena adanya aktivitas ilegal seperti bom ikan, bius dan kegiatan tangkap lainnya yang dilarang pemerintah.
Oleh karena itu BTNKT sebagai instansi berwenang mengelola kawasan konservasi Togean memiliki peran strategis dalam melakukan pengawasan lingkungan.
Akibat kerusakan karang tersebut dampak ditimbulkan akan memengaruhi biota penghuni terumbu karang serta melemahkan potensi sumber daya ikan di perairan tersebut.
Upaya dilakukan otoritas setempat, kata dia, dengan cara memulihkan kembali habitat terumbu karang lewat kegiatan transplantasi.
Upaya dilakukan otoritas setempat, kata dia, dengan cara memulihkan kembali habitat terumbu karang lewat kegiatan transplantasi.
"Semakin banyak karang, maka semakin banyak pula ikan bermain di sekitarnya, begitu pun sebaliknya. Kalau seperti itu, maka potensi hasil tangkap nelayan bisa meningkat," ujar Bustang.
Transplantasi terumbu karang, tidak hanya dilakukan untuk memperbaiki habitat yang rusak, kata dia, tetapi dapat juga dimanfaatkan untuk menambah habitat buatan.
Untuk menjaga keberlangsungan ekosistem laut, BTNKT mengajak penduduk di kepulauan tersebut terlibat menjaga kelestarian alam, termasuk ikut membantu pengawasan kegiatan ilegal fhising di perairan Teluk Tomini yang masuk dalam kawasan konservasi.
"Kami memiliki kader lingkungan dan mereka kami libatkan dalam menjaga kawasan lindung, karena mata pencaharian mereka memanfaatkan potensi alam, termasuk mengedukasi dan melatih keterampilan," ujar Bustang.
Ia mengemukakan BTNKT memiliki kawasan konservasi kurang lebih 363.150 hektare mencakup kawasan laut, pulau, hutan dan daratan dalam rangka menjaga kelangsungan ekosistem alam.
"Kawasan hutan yang menjadi kewenangan kami seluas 25 ribu hektare, dan semuanya masuk dalam hutan lindung, tidak ada lagi hutan produksi," kata Bustang.