Ambon (ANTARA) - Pandemi COVID-19 serta pembatasan-pembatasan yang diterapkan untuk mengatasi pandemi membuat para pelaku usaha harus berjuang keras untuk mempertahankan bisnis dengan berbagai cara.
Pelaku usaha di wilayah Maluku juga harus melakukan penyesuaian-penyesuaian untuk mempertahankan bisnis, termasuk Yayasan Kopi Maluku dan Koperasi Seribu Negeri Maluku yang mengembangkan usaha Kopi Tuni bekerja sama dengan para petani kopi.
Mereka bersiasat untuk mempertahankan keberlanjutan usaha Kopi Tuni, kopi yang diproduksi di wilayah Maluku, dengan mempromosikan keunggulan dan keunikan kopi asli serta menerapkan strategi pemasaran baru.
Ketua Yayasan Kopi Maluku Deltawan Viqjelen mengatakan bahwa Kopi Tuni memiliki keunikan, rasa serta ukuran, bentuk, dan warna biji Kopi Tuni bervariasi sesuai dengan tempat tumbuh dan cara penanamannya.
Deltawan Viqjelen, yang biasa disapa Dev, mengatakan bahwa rasa kopi di setiap daerah di Maluku berbeda dan Yayasan Kopi Maluku setidaknya sudah mengumpulkan 17 jenis kopi dari 17 desa yang ada di Maluku.
"Ini semua tergantung dengan jenis tanaman yang tumbuh di antara tanaman kopi itu. Di Maluku, kopi ditanam dengan metode tumpang sari, di antara tanaman lainnya, sehingga rasanya pun berbeda untuk tiap desa," katanya di Kota Ambon, Provinsi Maluku, Ahad (28/11).
Ia menambahkan cita rasa Kopi Tuni pun berbeda-beda, ada yang berasa seperti durian karena ditanam di dekat tanaman durian, memiliki aroma cengkih karena ditanam dekat pohon cengkih, dan berapa serupa kakao karena tumbuh berdekatan dengan pohon kakao.
"Kopi Maluku ini unik karena melawan hukum kopi. Di Maluku, kopi bisa tumbuh di daerah pantai. Kopi Tuni relatif basa, sehingga aman untuk lambung dan tidak menyebabkan debaran jantung. Kopi juga sebenarnya tidak asam, hanya penggunaan pestisida yang membuatnya menjadi asam," katanya.
"Kopi Maluku ini juga unik karena bisa untuk membuat mengantuk, bahkan bisa juga untuk detoksifikasi, meskipun belum ada penelitian ilmiahnya," katanya.
Selain mempromosikan keunikan kopi Maluku, yayasan dan koperasi memanfaatkan pemasaran digital untuk mempertahankan usaha Kopi Tuni. Di samping memasarkan langsung produk kepada konsumen, mereka menjual kopi melalui media sosial dan situs web koperasi.
Kopi Tuni berhasil menarik pelanggan dari kalangan masyarakat dengan ekonomi menengah ke atas dengan keunikannya sehingga pandemi COVID-19 tidak banyak mempengaruhi penjualannya. Penghasilan dari penjualan Kopi Tuni dalam satu triwulan berkisar Rp9.000.000 hingga Rp12.000.000.
"Permintaan kopi ini semakin banyak, sementara stok kopi dari petani masih sedikit," kata Dev.
Guna memenuhi permintaan Kopi Tuni, upaya revitalisasi kopi Maluku akan dilaksanakan di wilayah Pulau Seram bagian barat.
Koperasi Seribu Negeri Maluku berencana membagikan bibit unggul kopi kepada para petani serta mendampingi pengusahaan kopi secara berkelanjutan di desa-desa di wilayah itu.
Sebagaimana pelaku usaha kopi, Nike Lisyastuti Aritovani juga berjuang mempertahankan usaha abon cakalang di bawah bendera CV Nacha yang dijalankan sejak tahun 2009.
Meski omzet usahanya menurun selama pandemi, Nike berhasil mempertahankan delapan pekerjanya. Sebelum pandemi COVID-19, omzet usaha Nike bisa sampai Rp120 juta per bulan.
"Sekarang mulai berangsur-angsur mengalami kenaikan. Kemarin sempat drop menjadi Rp67 juta per bulan, sekarang kembali naik menjadi Rp80 juta per bulan," kata Nike.
CV Nacha memproduksi abon cakalang, dendeng, serta sambal roa dan menjualnya dengan harga Rp25 ribu untuk abon dalam kemasan 100 gram serta masing-masing Rp35.000 dan Rp25.000 untuk setiap kemasan dendeng dan sambal roa. Produk-produk berbahan lokal tersebut sudah mendapat sertifikasi Standar Nasional Indonesia (SNI) serta sertifikat halal dari Majelis Ulama Indonesia.
Penjualan produk CV Nacha dilakukan dari bisnis ke bisnis, tidak langsung ke konsumen akhir. Pada masa pandemi, ketika kunjungan wisatawan ke Ambon turun drastis, toko oleh-oleh di kota itu juga banyak yang ditutup sehingga penjualan abon cakalang, sambal roa, dan dendeng CV Nacha merosot.
Kegiatan usaha CV Nacha mulai bangkit lagi seiring dengan pemulihan kegiatan di sektor pariwisata.
Pemerintah mengampanyekan Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia (Gernas BBI) untuk membantu pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah.
Gerakan yang mencakup fasilitasi pemasaran daring produk usaha mikro, kecil, dan menengah itu diharapkan bisa membantu Nike dan pelaku usaha lain di wilayah Maluku meningkatkan penjualan via daring.
Kearifan lokal
Pegiat budaya Ibe Karyanto mengatakan bahwa Indonesia memiliki kearifan lokal yang luar biasa dan sejak dulu orang Indonesia terbukti bisa bertahan melewati berbagai perubahan dan tantangan dengan bekal kearifan lokal.
"Kalau bicara kearifan lokal pada intinya bagaimana masyarakat kita dulu di suatu tempat bisa bertahan dengan cara dan potensi mereka sendiri. Dari sisi budaya, bagaimana mereka dengan norma-norma sosial menjaga alam dan persatuan dan kesatuan masyarakat," kata Ibe.
Ia mengemukakan bahwa kearifan lokal dalam pengadaan pangan, sandang, maupun papan bisa menjadi bekal yang sangat bermanfaat dalam menghadapi berbagai tantangan. Dalam hal ini, Ibe mencontohkan pengusahaan Kopi Tuni di Maluku.
"Kopi Tuni ini merupakan kopi yang unik, endemik di Maluku. Bijinya juga berbeda dengan kopi lainnya. Robusta misalnya, kita sendiri lebih kuat, sementara Arabica lebih asam. Akan tetapi kalau kopi ini tidak asam dan rasanya unik. Kopi seperti ini tidak ditemukan di daerah lain," kata Ibe.
Dia mengemukakan bahwa pandemi bisa menjadi momentum untuk kembali ke kearifan lokal, menjadikan kearifan lokal sebagai basis inovasi dalam menghadapi tantangan yang hadir bersama perkembangan zaman.
Direktur Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Hilmar Farid mengatakan bahwa pandemi COVID-19 menghadirkan peluang untuk kembali ke kearifan lokal Tanah Air.
"Pandemi menghadirkan peluang untuk menggali kembali Cerlang Nusantara, yakni kearifan lokal yang membuat kita bertahan sebagai warga negeri kepulauan ini selama ribuan tahun. Kembali kita perlu menoleh pada praktik sosial vernakular yang terbukti menghasilkan tata hidup berkelanjutan," kata Hilmar.
Kearifan lokal, ia melanjutkan, bisa kembali dijadikan sebagai pegangan dalam memenuhi kebutuhan paling pokok manusia seperti pangan, sandang, dan pangan.
Ia mengemukakan bahwa sandang tidak hanya soal pakaian, tetapi juga soal hidup yang baik. Pangan tidak hanya soal makanan dan minuman, tetapi juga soal kesehatan raga dan jiwa. Papan bukan hanya soal rumah, tetapi juga soal mengelola ruang hidup bersama.
Pemenuhan ketiga kebutuhan utama itu, menurut dia, merupakan syarat minimal bagi kehidupan yang bermartabat, yang membawa kebaikan kepada semua, termasuk lingkungan dan alam sekitar.
Hilmar mengatakan bahwa pemenuhan ketiga kebutuhan dasar itu bisa dilakukan dengan memanfaatkan kekayaan potensi lokal dan menerapkan kearifan lokal.
Ia mencontohkan, kekayaan motif tenun Tanimbar, Seram, Ambon, dan daerah lain di Maluku sebagai bagian dari potensi yang bisa dikembangkan untuk mendukung pemenuhan kebutuhan dasar.
"Begitu juga untuk sektor pangan, ada rempah-rempah untuk di darat, belum lagi di laut potensinya memang luar biasa dikembangkan. Produk unggulan kita memang unggul sejak zaman dahulu. Kita memang sudah memiliki potensi, tinggal bagaimana mengembangkannya," katanya.
Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Anwar Makarim mengatakan bahwa pemerintah mengampanyekan Gernas BBI untuk membantu usaha mikro, kecil, dan menengah mempromosikan kekayaan alam Maluku melalui sistem pemasaran digital.
Dia menekankan pentingnya sinergi sektor pendidikan dan ekonomi dalam upaya pemulihan dampak pandemi serta mewujudkan pembangunan berkelanjutan yang menyejahterakan.