Pekanbaru (Antara) - Bidan berinisial DW, warga Kecamatan Mandau, Kabupaten Bengkalis, Riau, membantan telah melakukan malpraktik yang menyebabkan kematian seorang ibu, Novi Silawati dan bayi yang dikandungnya.
"Saya tidak melakukan malpraktik seperti yang dilaporkan itu. Dan sampai detik ini, saya belum ada diperiksa oleh kepolisian apalagi ditetapkan sebagai tersangka," kata DW lewat sambungan telepon kepada wartawan di Pekanbaru, Selasa sore.
Pernyataan DW itu, berkaitan dengan Informasi kepolisian yang disampaikan ke wartawan beberapa waktu lalu.
Saksi sekaligus pelapor dalam kasus ini sesuai dengan laporan yang diterima Polda Riau adalah Nasril (52).
Namun DW mengaku mengenal pelapor bukan merupakan orang yang berkapasitas untuk memberikan laporan terkait kasus tersebut ke kepolisian.
"Siapa si Nasril itu, dia orang yang tidak berkapasitas untuk melaporkan saya terkasus ini," katanya.
Pelapor dalam keterangannya di kepolisian sebelumnya menyatakan, bahwa kronologi kejadian berawal ketika korban melakukan pemeriksaan kandungan anak keduanya ke dokter Erry Franto.
Saat itu, menurut pangakuan saksi, hasilnya korban dinyatakan tidak bisa melahirkan secara normal dan harus dilakukan tindakan operasi mengingat posisi bayi dalam keadaan miring atau sungsang.
Selesai pemeriksaan itu, kata saksi, Novi kemudian pulang menuju rumahnya yang berlokasi di Jalan Cantik Manis, Kecamatan Mandau, Kabupaten Bengkalis.
Namun ditengah perjalanan, demikian saksi sekaligus pelapor, Novi bertemu dengan DW, seorang bidang di daerah itu dan melakukan pertolongan melahirkan secara normal.
"Saat itu saya hanya berniat untuk menolong dia (korban) dan itu juga atas dasar persetujuan pihak keluarga. Tidak ada pemaksaan," katanya.
Namun pada saat itu, menurut saksi, DW tidak sanggup menangani pasien tersebut hingga kemudian merujuk korban ke Rumah Sakit Mutia Sari yang berlokasi di Jalan Bathin Bertuah Nomor 01 Z, Kota Duri, Kecamatan Mandau Bengkalis.
Waktu itu, kata DW, pihaknya dengan ditemani dua tenaga medisnya memang berusaha untuk melakukan persalinan terhadap Novi.
Namun, demikian DW, saat itu pembukaan jalan rahim hanya beberapa saja dan tidak ada kemajuan.
"Saat itu saya sudah curiga dan kemudian berinisiatif merujuk Novi ke rumah sakit. Itu sudah sesuai dengan aturan medis, dimana jika tidak ada perkembangan selama enam sampai delapan jam, pasien wajib di rujuk. Bahkan waktu itu masih baru lima jam," katanya.
Kemudian, lanjut dia, dalam laporan tersebut katanya kejadian berlangsung pada pertengahan November 2013 dan itu adalah tidak benar.
"Pertengahan November 2013 saya sedang berada di Jakarta untuk mengikuti Kongres IDI (Ikatan Dokter Indonesia). Yang benar, peristiwa itu berlangsung sekitar akhir 2007," katanya.
Untuk diketahui juga, kata dia, bahwa kronologi benarnya adalah, saat itu tidak ada pendarahan hebat terhadap pasien persalinan atas nama Novi.
"Saya membawa pasien itu ke rumah sakit dan sampai ke rumah sakit kondisinya masih sehat. Namun justru pihak rumah sakit yang melakukan kelalaian karena selama lebih dua jam pasien berada di ruang instalasi gawat darurat baru ada pertolongan," katanya.
Kasus dugaan malapraktik itu sejauh ini masih diselidiki oleh aparat Kepolisian Daerah Riau.
