Jakarta (ANTARA) - Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni menilai kasus dugaan ujaran kebencian serta suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) yang dilakukan Habib Bahar bin Smith tidak bisa diselesaikan dengan pendekatan keadilan restoratif.
"Banyak pihak yang menyebutkan mengapa (kasus Bahar Smith) tidak melalui proses dialog atau 'restoratif justice', ya tidak bisa. Tidak semua kasus bisa diselesaikan melalui pendekatan keadilan restoratif," kata Sahroni dalam keterangannya di Jakarta, Jumat.
Dia menilai kasus yang menjerat Bahar Smith merupakan dugaan ujaran kebencian dan membawa unsur SARA, yang tidak bisa dibenarkan dengan alasan apapun sehingga memang harus diproses hukum.
Sahroni mengingatkan bahwa ujaran kebencian memang merupakan tindakan pidana yang berbahaya dan perlu mendapat penanganan yang cepat, terutama jika pihak yang menyampaikannya adalah tokoh masyarakat.
“Di mana-mana namanya ujaran kebencian ini membahayakan sekali, bisa menyulut konflik, apa lagi jika dilakukan oleh tokoh agama. Yang bersangkutan mempunyai masa besar, apabila dia mengungkapkan berita bohong dan menyampaikan ujaran kebencian, maka khawatir ada pergerakan massa yang mengganggu keamanan publik," ujarnya.
Dia menyampaikan dukungannya terhadap sikap kepolisian yang telah menetapkan Bahar Smith sebagai tersangka dan dilakukan penahanan karena sudah sesuai aturan.
Menurut dia, langkah penetapan tersangka tersebut tidak cepat karena Kepolisian menindak perkara berdasarkan alat bukti yang telah dimiliki.
"Polisi ketika menindak perkara, kalau sudah ada alat bukti yang cukup, maka langsung ditindak. Jadi memang ini sudah melalui proses penyidikan secara objektif dan transparan," ujarnya.
Kasus Bahar Smith tidak bisa melalui keadilan restoratif
Jumat, 7 Januari 2022 14:36 WIB 929