Jakarta (ANTARA) - Anggota Komisi II DPR RI Rifqinizamy Karsayuda menilai meningkatnya jumlah anggaran Pemilu 2024 karena digunakan untuk perlindungan atau proteksi para penyelenggara pemilu di tempat pemungutan suara (TPS), desa, dan kecamatan.
“Kata kunci yang membuat anggaran Pemilu 2024 besar dibandingkan Pemilu 2019 adalah terkait honorarium para penyelenggara pemilu di tingkat TPS, desa, dan kecamatan yang bersifat adhoc,” kata Rifqi di Jakarta, Selasa.
Dia menjelaskan para penyelenggara adhoc tersebut mendapatkan honor yang kecil, yaitu Rp500 ribu-Rp700 ribu. Padahal, menurut dia, para penyelenggara bekerja keras dalam mempersiapkan penyelenggaraan pemilu, bahkan sampai banyak yang meninggal dunia pada Pemilu 2019.
“Angka anggaran Pemilu 2024 sebesar Rp86 triliun, Rp76 triliun, atau Rp110 triliun sangat relatif, tergantung kebutuhan kita dalam rangka melakukan intervensi anggaran terkait Pemilu 2024,” ujarnya.
Rifqi menilai pernyataan Presiden Jokowi terkait perkiraan anggaran Pemilu 2024 sebesar Rp110 triliun merupakan “lampu hijau” bagi pemerintah bersama DPR menyetujui anggaran Pemilu 2024.
Menurut dia, Komisi II DPR RI akan melaksanakan Rapat Kerja (Raker) dan Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), KPU, Bawaslu, dan DKPP pada Rabu (13/4) membahas persiapan Pemilu 2024, termasuk anggaran yang dibutuhkan.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo menyebutkan dibutuhkan anggaran senilai Rp110,4 triliun untuk penyelenggaraan pemilu dan pilkada serentak pada 2024.
"Kemarin sudah disampaikan ke saya diperkirakan anggaran sebesar Rp110,4 triliun untuk KPU dan Bawaslu," kata Presiden Joko Widodo dalam rapat terbatas di Istana Kepresidenan Bogor pada Minggu (10/4).
Menurut Presiden Jokowi, jumlah tersebut terdiri atas anggaran kebutuhan Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebesar Rp76,6 triliun dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) senilai Rp33,8 triliun.