Batam (ANTARA) - Tahun Baru Imlek menjadi momentum yang sangat ditunggu-tunggu masyarakat Tionghoa di Kota Batam, Kepulauan Riau, bahkan di seluruh dunia.
Tradisi bersih-bersih rumah menjadi salah satu ritual yang wajib dilaksanakan etnis Tionghoa 7 hari sebelum perayaan Imlek.
Ritual bersih-bersih tersebut dilakukan karena ada kepercayaan bahwa Dewa yang ada di rumah mereka telah naik ke surga dan pada saat Imlek Dewa tersebut kembali ke rumah dalam keadaan yang lebih bersih.
Membersihkan rumah diwajibkan secara menyeluruh, mulai dengan menyapu rumah, membersihkan jendela, menata hiasan rumah, membersihkan tempat sembahyang, memperbaiki barang pecah belah, dan bahkan mencuci piring.
Usai melakukan ritual bersih-bersih rumah, masyarakat Tionghoa juga mulai melengkapi sejumlah pernak-pernik dengan nuansa merah yang dipercaya menjadi warna keberuntungan, kesenangan, keberhasilan, dan pembawa nasib baik. Pernak-pernik yang biasanya disediakan mulai dari petasan, lampion, barongsai, hingga angpao.
Memberikan angpao juga menjadi tradisi warga Tionghoa yang sudah berkeluarga untuk diberikan kepada anak-anak dan mereka yang belum menikah dalam momen perayaan Imlek. Akan tetapi, mereka juga percaya uang dalam angpao yang akan dibagikan tidak boleh mengandung angka 4 karena bilangan ini diyakini kurang membawa keberuntungan.
Selain menyediakan pernak-pernik, untuk menyambut Tahun Baru Imlek dengan kemeriahan, mereka juga mempersiapkan diri dengan membeli pakaian baru, sepatu baru, hingga penampilan yang baru juga.
Perayaan Imlek biasanya juga diramaikan dengan tradisi mudik atau pulang ke kampung halaman untuk mengunjungi keluarga besar. Hal tersebut menjadi salah satu tradisi untuk kembali mempererat tali persaudaraan.
Tradisi ini mirip dengan Muslim di Indonesia ketika merayakan Idulfitri.
Jeruk simbol keberuntungan
Jeruk merupakan salah satu buah-buahan yang menjadi tradisi yang wajib ada dalam perayaan Hari Raya Imlek. Bahkan buah berasa asam manis ini biasanya disajikan saat sembahyang menyambut Imlek maupun saat acara kumpul-kumpul bersama keluarga dan jamuan lainnya saat prosesi perayaan Imlek.
Jeruk yang disuguhkan pun berbagai macam ukuran, mulai dari jeruk kecil yang terdiri atas dua jenis santang dan raja, kemudian jeruk besar berjenis ponkam dan lokam.
Selain dianggap sebagai simbol keberuntungan, buah jeruk juga dimaknai sebagai simbol kebahagiaan dan kesuksesan dalam hidup.
Jeruk juga dipercayai dapat menjaga kesehatan dan membawa kemakmuran ke dalam rumah. Dengan begitu jeruk sering diberikan sebagai hadiah atau ditempatkan di rumah selama perayaan Imlek.
Selain menyiapkan jeruk sebagai sajian di rumah, tradisi seputar jeruk yang masih dipercaya yakni bertukar buah jeruk selama Imlek. Memberikan jeruk mandarin kepada orang terdekat selama Imlek merupakan cara simbolis untuk mendoakan kebahagiaan dan kemakmuran seseorang.
Jeruk dalam tradisi Imlek juga tidak selalu disajikan untuk makanan, tetapi juga untuk dekorasi. Makna jeruk untuk dekorasi di depan rumah atau ruang tamu ini melambangkan kesuburan.
Selain itu, sebaiknya buah jeruk yang dihidangkan saat Imlek juga masih memiliki daun karena daun pada buah jeruk melambangkan umur panjang.
Selain jeruk, ada beberapa makanan wajib seperti kue keranjang, manisan segi delapan, dan lapis legit.
Di Kota Batam, tepatnya di kawasan Nagoya, sejumlah pedagang sudah mulai menjajakan sejumlah jenis buah jeruk untuk Imlek sejak awal Januari lalu.
Selain menjual jeruk, pedagang juga menyediakan berbagai macam bentuk bingkisan yang berisikan kue keranjang, jajanan manis, serta minuman manis yang dapat dijadikan sebagai buah tangan untuk dibagikan ke kerabat terdekat.
Ikan dingkis
Selain jeruk yang dianggap sebagai simbol keberuntungan, ikan dingkis juga dipercaya membawa keberuntungan dalam momen perayaan Tahun Baru Imlek. Ikan yang memiliki nama Latin Siganus canaliculatus tersebut mempunyai bentuk yang mungil. Ikan dingkis mempunyai filosofi istimewa bagi masyarakat Tionghoa. Bahkan Ikan dingkis adalah salah satu sajian khas saat Imlek di Batam.
Menjelang Tahun Baru Imlek merupakan musim bertelur ikan dingkis sehingga ikan tersebut memiliki bobot yang lebih berat, daging yang tebal saat menjadi santapan bersama keluarga pada hari H perayaan Imlek. Tidak heran, menjelang Imlek harga jual ikan dingkis cukup mahal. Sementara di luar perayaan Imlek, ikan dingkis tidak bertelur.
Ikan dingkis yang bertelur itu dianggap sebagai lambang kemakmuran. Hal itu yang membuat sebagian masyarakat Tionghoa di Batam mengonsumsi saat perayaan Imlek.
Masyarakat Tionghoa menyajikan ikan tersebut dengan berbagai cara, ada yang dikukus, digoreng, kuah kuning, hingga asam pedas yang kemudian disantap bersama dengan seluruh anggota keluarga.
Namun olahan ikan dingkis dalam perayaan Imlek bukan merupakan suatu keharusan. Sebab, ada pula masyarakat Tionghoa yang hanya mengonsumsi sayur-mayur (vegetarian) yang diharapkan dengan prosesi tersebut membawa kesehatan, keharmonisan, dan kesejahteraan bagi keluarga.
Dengan begitu tidak heran saat menjelang Tahun Baru Imlek nelayan di Kota Batam mulai menurunkan kelong miliknya untuk mendapatkan ikan dingkis.
Bagi para nelayan, momen tersebut merupakan suatu berkah yang hanya datang sekali dalam setahun karena meningkatnya harga jual ikan dingkis.
Ikan dingkis yang banyak muncul pada saat menjelang Imlek biasanya disebut "dingkis datang", dan saat berakhirnya Imlek disebut dengan "dingkis balek". Saat Imlek, harga ikan dingkis cukup tinggi bisa mencapai Rp 250 ribu sampai Rp 400 ribu per kg.
Jadi, Imlek tidak hanya membawa kegembiraan dan harapan bagi yang merayakan, tapi juga para nelayan yang mendapatkan rezeki besar dari hasil penjualan ikan dingkis.
Editor: Achmad Zaenal M
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Perayaan Imlek yang membawa kebahagiaan dan berkah bagi nelayan