Mencermati fenomena dan dinamika perkawinan anak di Tanah Air
Selasa, 20 Juni 2023 12:08 WIB 736
Koalisi 18+ menganalisis lebih mendalam mengenai putusan dispensasi berdasarkan dokumen hasil keputusan perkara dispensasi di pengadilan negeri.
Sedangkan Wahana Visi Indonesia menganalisis faktor penentu keberhasilan menunda pernikahan sampai di atas 18, dengan cara membandingkan orang yang menikah di usia anak dengan yang tidak.
Berbagai studi ini mengindikasikan perlunya evaluasi implementasi Peraturan Mahkamah Agung Nomor 5 Tahun 2019 tentang Pedoman Mengadili Permohonan Dispensasi Kawin (Perma No. 5/2019).
Plan Indonesia juga meminta Mahkamah Agung bahwa hakim yang memutuskan perkara dispensasi kawin, wajib memiliki sertifikat hakim anak dan perspektif anak dan kesetaraan jender.
Selain itu, Mahkamah Agung perlu meningkatkan jumlah dan kualitas hakim melalui pelatihan ataupun bimbingan teknis tentang perempuan berhadapan dengan hukum atau bersertifikat sistem peradilan pidana anak. Harapannya pada masa yang akan datang, seluruh hakim yang memutuskan permohonan dispensasi kawin sudah berkualifikasi hakim anak.
Upaya pencegahan
Dalam melihat fenomena perkawinan anak, maka upaya pencegahan yang dilakukan harus lebih terstruktur, holistik, dan integratif dengan memadukan kerja sama antarsektor.
Kerja sama itu termasuk menggandeng berbagai pihak seperti lembaga swadaya masyarakat/organisasi masyarakat, media massa, akademisi, tokoh masyarakat, tokoh agama, hingga masyarakat itu sendiri.
“Semoga upaya yang kita lakukan bersama dapat memberikan hasil yang baik dan berkelanjutan, untuk memberikan kehidupan terbaik bagi anak-anak kita, serta mewujudkan Indonesia Emas 2045,” ujar Menteri PPPA, Bintang Puspayoga.
Studi yang dilakukan organisasi-organisasi itu, menurut Menteri Bintang, merupakan bentuk sumbangsih nyata bagi upaya perlindungan anak di Indonesia.
Menteri PPPA menambahkan, penelitian itu telah menghasilkan beberapa rekomendasi untuk Pemerintah Pusat sampai daerah, Mahkamah Agung, orang tua, pimpinan adat, agama, serta masyarakat, dalam upaya pencegahan perkawinan anak sesuai tugas dan fungsinya.
Menteri Bintang berharap laporan studi ini dapat menjadi acuan bagi seluruh stakeholder dalam menyusun kebijakan, program, dan kegiatan pencegahan perkawinan anak. Ia pun berharap, agar semangat yang dibangun hari ini tidak akan berlalu begitu saja, namun dapat terus ditingkatkan, khususnya sinergi dan kolaborasi dalam upaya mendorong pemenuhan hak anak menuju Indonesia Layak Anak 2030 dan Indonesia Emas 2045.
Sementara itu, Plt. Deputi Bidang Pemenuhan Hak Anak KemenPPPA, Rini Handayani, berharap studi itu dapat memberikan gambaran tentang situasi perkawinan anak dan mengenali langkah-langkah strategis yang akan diambil dalam menekan angka perkawinan anak, termasuk percepatan upaya pelaksanaan strategi nasional pencegahan perkawinan anak.
Pihaknya berharap berbagai praktik baik dan rekomendasi yang disampaikan dalam forum ini, dapat ditindaklanjuti secara kolaboratif untuk perbaikan sistem, struktur, dan kebijakan. Termasuk penegakan hukum dalam percepatan Perpres Stranas Pencegahan Perkawinan Anak, serta evaluasi Perma No.5 Tahun 2019 untuk lebih mempertajam amanat Perma tersebut.
Upaya perbaikan menjadi penting untuk diakselerasi karena sejalan dengan arahan Presiden RI Joko Widodo kepada KemenPPPA terkait dengan pencegahan perkawinan anak.
Hal itu dinilai mendesak dilakukan karena perkawinan anak memiliki implikasi terhadap tujuan pembangunan lainnya, seperti gagal tumbuh kembang anak atau stunting, kemiskinan yang berlanjut, pekerja anak dan angka putus sekolah, hingga masalah kesehatan reproduksi.
Karena, perkawinan anak memang tidak selesai dengan sendirinya setelah terbit dispensasi.
Editor: Achmad Zaenal M