Mencari sesar yang meluluhlantakkan Cianjur
Senin, 31 Juli 2023 12:54 WIB 1329
Banyak pihak menduga bahwa salah satu parameter ada patahan dapat dilihat dari kerusakan yang ditimbulkan. Skala kerusakan bangunan tidak bisa dijadikan sebagai patokan utama bahwa wilayah tersebut dilintasi atau ada di area sekitar patahan.
Ia mencontohkan gempa di Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, pada 2006. Saat itu, banyak rumah yang hancur akibat guncangan kendati posisinya berada jauh dari jalur lintasan sesar. Lemahnya struktur bangunan menjadi penyebab utama hancurnya rumah.
"Kecuali di daerah yang hancur itu terlihat ada rekahan di pergerakan sesar itu, baru kita bisa simpulkan, tapi kalau tidak ada sama sekali rekahan, itu hanya masalah struktur bangunannya saja," kata dia.
Demikian juga dengan gempa di Cianjur. Banyaknya rumah yang roboh disebabkan struktur bangunan yang tidak kuat menahan goncangan. Faktor lainnya adalah suatu wilayah berada di atas endapan lunak yang membuat guncangan terasa lebih kuat.
Ia pun mendorong seluruh pemangku kebijakan serius dalam menghadapi ancaman gempa ke depan. Edukasi dan sosialisasi menjadi hal penting untuk disampaikan kepada masyarakat, sesuai tugas pokok dan fungsi masing-masing.
Selain merelokasi masyarakat ke wilayah yang dianggap aman, perlu juga memberikan pemahaman mengenai rumah tahan gempa karena yang menjadi faktor utama kematian adalah bangunan roboh bukan guncangan.
Baca juga: Tim SAR gabungan kembali temukan jenazah tertimbun korban gempa Cianjur
Di sisi lain, hasil penelitian yang dilakukan saat ini diharapkan dapat menjadi panduan dalam memetakan wilayah risiko bencana gempa bumi serta langkah mitigasi yang tepat sasaran.
Dekan Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian Institut Teknologi Bandung (ITB) Irwan Meilano mengatakan, upaya memahami dan mengurangi risiko bencana masih menjadi pekerjaan rumah yang mesti diselesaikan.
Padahal, memahami dampak skala risiko merupakan komponen paling penting untuk mereduksi kerusakan dan korban jiwa.
Mitigasi bukan untuk dihafalkan, melainkan bagaimana mitigasi bisa hidup sebagaimana kebutuhan. Untuk itu, peta konsep pembangunan mesti menyesuaikan dengan potensi kerentanan bencana. Pembangunan yang tepat bisa menjadi salah satu kunci mitigasi bencana yang ideal.
Di samping itu, pemerintah daerah harus memasukkan manajemen risiko bencana dalam Rencana Detail Tata Ruang (RDTR). Hal lainnya yang sangat penting adalah mendesain kurikulum pendidikan soal kebencanaan dengan mempertimbangkan kondisi wilayah masing-masing.
Memahami risiko bencana berarti memahami sumber gempa yang lebih detail, memahami kapasitas masyarakat, dan memahami kondisi fisik lingkungan.
Hidup di kawasan rawan bencana memang tidak mudah. Pilihan bertahan maupun pindah sama saja susah, sehingga mencoba berdamai menjadi opsi terbaik.
Update Berita Antara Bengkulu Lainnya di Google News