"Karena 20.000 kilometer persegi luas wilayah Bengkulu itu, 43,6 persennya adalah kawasan taman nasional, kalau ini bisa diwujudkan dalam bentuk indeks dan sebagainya kompensasi terhadap Bengkulu yang kecil ini, ke depan akan menjadi sumber daya untuk Indonesia bahkan dunia," kata Rohidin di Bengkulu, Jumat.
Bengkulu memiliki potensi ekonomi yang baik yang sejalan dengan pelestarian alam sebagaimana semangat ekonomi hijau. Syaratnya Bengkulu bisa mendapatkan kompensasi terkait kewajiban dalam melestarikan hutan lindung yang berperan penting untuk menghadapi tantangan perubahan iklim.
"Kalau bisa direalisasikan, karena kami ingin, Bengkulu lebih bisa 'menjual' hutan tapi tanpa harus menebang pohonnya (tanpa merusak hutan)," kata dia.
Selain itu, menurut Rohidin, potensi besar ekonomi hijau di Provinsi Bengkulu yakni dari sektor eksplorasi panas bumi sebagai sumber daya listrik tenaga panas geotermal.
"Terkait dengan pengelolaan ekonomi hijau, Bengkulu juga memiliki lebih kurang 1.300 megawatt potensi panas bumi, yang posisi sekarang sudah digali dua kali 55 megawatt dan siap beroperasi, tapi terkendala dengan pembangkit," kata dia.
Kendala terkait pembangunan infrastruktur pembangkit listrik tersebut lanjut dia karena syarat penggunaan tingkat komponen dalam negeri (TKDN).
"Permasalahannya sekarang itu kan terkait dengan regulasi, terkait dengan kewajiban 30 persen TKDN," kata dia.
Padahal, lanjut Rohidin, sebenarnya kewajiban yang ada dalam regulasi tersebut tidak mungkin diaplikasikan dalam pembangunan infrastruktur listrik, termasuk eksplorasi panas bumi menjadi energi listrik.
"Karena teknologi dalam kelistrikan belum siap dari industri dalam negeri. Namun menunggu dua sampai tiga tahun lagi tentu akan berpengaruh besar (pada pendapatan atau kompensasi yang seharusnya didapatkan Bengkulu dari sektor ekonomi hijau)," ujarnya.