Jakarta (ANTARA) - Seluruh dunia kini sedang berlomba mewujudkan target net zero emission (NZE) atau nol emisi karbon, tak terkecuali Indonesia. Transisi energi dari berbasis fosil menuju energi baru terbarukan (EBT) pun menjadi sebuah keniscayaan.
Analis sistem ketenagalistrikan dan energi terbarukan IESR Alvin Sisdwinugraha dalam sebuah diskusi mengatakan EBT mempunyai banyak kelebihan dari berbagai aspek dibandingkan energi fosil.
Dari aspek kelayakan lingkungan, misalnya, energi terbarukan lebih bebas polusi dibandingkan energi fosil. Kemudian dari aspek keandalan, energi terbarukan lebih bisa diandalkan, sebab dapat menyesuaikan dengan sumber daya alam lokal yang tersedia.
Namun menurut data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), saat ini bauran energi primer Indonesia masih didominasi oleh fosil. Tenaga Ahli Menteri ESDM Sripeni Inten Cahyani mengatakan bauran energi primer dari batu bara dan minyak bumi pada 2023 mencapai 74 persen, sedangkan porsi EBT sekitar 12,3 persen.
Potensi EBT
Indonesia memiliki potensi EBT yang besar, dengan total 3.687 GW. Direktur Konservasi Energi KESDM Gigih Udi Atmo mengatakan potensi tersebut tersebar di seluruh wilayah Indonesia, dengan jenis energi yang sangat beragam.