Sebanyak 75 persen dari total rumah yang berdiri di atas pulau seluas 397 kilometer persegi itu hancur karena terbuat dari material koral, pasir, dan semen. Itu adalah rumah-rumah permanen yang memang tidak didesain tahan gempa.
Baca juga: Satu tahun Tragedi Kanjuruhan
Pusat gempa yang terletak di perairan Pulau Enggano dengan kedalaman sekitar 10 kilometer di bawah permukaan turut mengantarkan guncangan hingga ke daratan Pulau Sumatra.
Di seluruh Bengkulu tercatat 3.250 rumah roboh dan 12.990 rumah rusak berat akibat guncangan gempa tektonik dengan posisi pusat gempa terletak sekitar 10 kilometer di bawah permukaan.
Adapun rumah-rumah bambu masih tetap aman dihuni meski gempa susulan tak kalah kuat kembali mengguncang.
Bahkan gempa berkekuatan 8,5 magnitudo atau 7,9 skala richter yang terjadi di Bengkulu pada 12 September 2007, tak jua mampu menghancurkan rumah-rumah yang terbuat dari bambu.
Baca juga: Melawan kekerasan terhadap jurnalis perempuan
Baca juga: Melawan kekerasan terhadap jurnalis perempuan
Ingatan tentang kejadian gempa Bumi besar selama 2 abad di Bengkulu, yaitu gempa berkekuatan 7-8 skala richter diikuti tsunami pada 1833, gempa 5-6 skala richter pada 1871, gempa 7 skala richter tahun 1914, gempa 7-8 skala richter pada 1933, gempa 6 skala richter pada 1938, gempa 7 skala richter pada 1979 hingga gempa besar tahun 2000 dan 2007 telah membangun budaya masyarakat lokal tentang konstruksi bangunan yang kokoh.
Substitusi kayu
Bambu merupakan salah satu produk hasil hutan bukan kayu atau HHBK Indonesia, namun pemanfaatannya masih terbatas bersumber dari lahan-lahan milik masyarakat. Bambu adalah tanaman cepat tumbuh dan multiguna.