Berbeda dengan kaum laki-laki, menurut Rohidin, sudut pandang laki-laki dalam menghasilkan nilai ekonomi dari hutan justru dengan menebang pohon atau deforestasi yang akhirnya merusak wilayah hutan.
"Coba kalau laki-laki, bapak-bapak mikirnya itu ngambil kayu ditebang dan dijual, padahal itu yang tidak boleh, kalau perempuan dan anak muda itu lebih kreatif ya memanfaatkan hasil hutannya dengan tidak menebang kayu," kata dia.
Anak muda, menurut dia, memanfaatkan hutan dengan membuat kawasan wisata, ekowisata. Kondisi hutan tetap terjaga tidak ada perusakan, namun menghasilkan nilai tambah dan nilai ekonomi.
"Kelompok perempuan melihat buah-buahan atau hasil hutan lainnya, bisa dimanfaatkan menjadi produk-produk yang bernilai ekonomi, tapi tidak menebang hutannya," ujarnya Rohidin.
Provinsi Bengkulu, kata dia, awalnya mempunyai wilayah hutan lindung sekitar 46 persen dari total luas wilayah Bumi Rafflesia. Namun, lanjut dia, saat ini kawasan hutan lindung Bengkulu hanya tinggal 33 persen, dan seluas 13 persen sudah mengalami kerusakan.
Penguatan peran perempuan dan anak muda diharapkan akan mencegah kerusakan lebih luas lagi wilayah hutan Bengkulu. Bahkan, keterlibatan perempuan dan anak muda diharapkan dapat mengembalikan luas hutan Bengkulu seperti sediakala, yakni seluas 46 persen dari total wilayah Bengkulu.
Update Berita Antara Bengkulu Lainnya di Google News
Update Berita Antara Bengkulu Lainnya di Google News