Meski penuh tantangan, kerja sebagai petugas KPPS merupakan tugas mulia. Mereka adalah penjaga demokrasi, memastikan suara rakyat tersalurkan dengan benar.
"Ini adalah tugas mulia. Kami membantu rakyat untuk memilih pemimpin mereka," kata Sumadi.
Ismayanti menambahkan, "Senang rasanya bisa membantu rakyat untuk menentukan masa depan mereka."
Para petugas KPPS adalah pahlawan demokrasi sekaligus tulang punggung hajatan pemilu, demi memastikan suara rakyat didengar dan dihitung dengan benar.
Tanpa mereka, demokrasi tidak akan berjalan dengan baik.
Pertaruhan raga menjaga demokrasi
Bayangkan, jika harus terjaga selama 24 jam, menatap kotak suara berjejer rapi, sementara kantuk merayap dan perut mulai keroncongan. Petugas KPPS tak bisa sembarang istirahat, apalagi tidur lelap, sebab mata rakyat tertuju pada tangan mereka. Ini bukan adegan film thriller, tapi realita para petugas KPPS pada Pemilu 2024.
Akan tetapi tetapi tidak semua petugas KPPS mampu melewati jam kerja sangat panjang dan penuh konsentrasi itu.
Nada Ernia, gadis muda di Balikpapan, pingsan tak sadarkan diri. Kelelahan menggerogoti tubuhnya setelah semalaman mengawal proses penghitungan suara. Rohani, di tempat lain, merasakan perih, magnya kambuh akibat tak sempat makan, demi memastikan tidak ada kecurangan dalam penghitungan.
Baca juga: Seorang ketua KPPS di Banyuwangi meninggal diduga kelelahan
Baca juga: Dua anggota KPPS di Situbondo sakit karena kelelahan
Ini bukan sekadar kisah individu, tapi potret perjuangan kolektif para KPPS yang menjadi detak jantung demokrasi.
Tak bisa dimungkiri, Pemilu 2019 meninggalkan luka pilu. Ratusan petugas KPPS gugur, menjadi korban dedikasi tanpa henti. Tragedi itu menjadi pelecut bagi Pemerintah untuk lebih sigap. Tim medis dikerahkan, mengawasi kesehatan para KPPS bak tim penyelamat di medan perang.
Puskesmas siaga, ambulans berjaga, demi memastikan tak ada lagi "pahlawan demokrasi" tumbang.
Akan tetapi perjuangan tak melulu soal fisik. Novi Niyasari, ketua KPPS di Balikpapan, memimpin pasukan muda -- sebagian besar perempuan -- melawan kantuk dan keraguan. Mereka tak hanya menghitung suara, tapi juga menjaga asa, memastikan setiap suara rakyat bermakna. Generasi muda dan perempuan hadir, tak gentar mengemban tanggung jawab besar.
Kisah-kisah ini tak boleh dilupakan. Ini bukan sekadar berita, melainkan pengingat bahwa di balik sukses pesta demokrasi, ada dedikasi yang dibayar dengan kelelahan, bahkan nyawa. Kisah ini tak bisa diabaikan.
Mereka, para petugas KPPS, adalah detak jantung demokrasi. Dan para pemilih adalah darah yang mengalirkannya. Detak itu mesti dijaga bersama, agar demokrasi Indonesia terus berdenyut sehat dan bermartabat.
Patut diapresiasi
Rudiansyah, Ketua KPU Kalimantan Timur, mengapresiasi kerja keras para petugas KPPS. Ia memahami bahwa tidak banyak orang yang bersedia mengemban tugas mulia ini.