Wakil Ketua Umum Partai Gelora Fahri Hamzah mengatakan bahwa putusan Mahkamah Konstitusi mengenai ambang batas pencalonan calon kepala dan wakil kepala daerah turut memastikan otonomi daerah menjadi bermakna.
Ia menjelaskan bahwa hal tersebut dapat terjadi karena lanskap Pilkada 2024 berubah di banyak daerah.
"Kotak kosong pecah menjadi suara-suara yang berserakan, dan kandidat bertambah banyak di mana-mana," kata Fahri dalam webinar yang disaksikan dari Jakarta, Rabu.
Oleh sebab itu, ia menyampaikan perubahan lanskap Pilkada 2024 usai putusan MK menjadi nafas penting bagi otonomi daerah agar pembangunan dapat terselenggara lebih masif dan cepat.
Walaupun demikian, ia mengingatkan agar otonomi daerah pasca-Pilkada 2024 tidak membuat perlambatan pembangunan karena adanya 'raja-raja kecil di daerah'.
"Dan mereka kemudian melakukan bargain (tawar-menawar, red.) dengan Pemerintah pusat, sehingga eskalasi daripada pembangunan yang kita harapkan tumbuh lebih cepat malah melambat," ujarnya.
Padahal, kata dia, seharusnya pemimpin-pemimpin baru yang dipilih dari Pilkada 2024 dapat mewujudkan Indonesia untuk tumbuh menjadi negara industri yang lebih maju atau menuju Indonesia Emas 2045.
Selain itu, dia mengatakan pemimpin baru nantinya perlu memikirkan terobosan untuk mempercepat peningkatan pendapatan per kapita nasional.
Sebelumnya, MK pada Selasa (20/8) mengubah ambang batas pencalonan kepala dan wakil kepala daerah melalui Putusan Nomor 60/PUU-XXII/2024. MK membatalkan Pasal 40 ayat (3) UU Pilkada dan menyatakan Pasal 40 ayat (1) UU Pilkada inkonstitusional bersyarat.
Lewat putusan tersebut, MK menyatakan partai politik yang tidak mendapatkan kursi di DPRD bisa mencalonkan pasangan calon kepala dan wakil kepala daerah. Penghitungan syarat untuk mengusulkan pasangan calon hanya didasarkan pada hasil perolehan suara sah partai politik atau gabungan partai politik dalam pemilu di daerah bersangkutan mulai dari 6,5 hingga 10 persen.