Selangkah menuju industri berbahan bakar hidrogen
Sabtu, 9 November 2024 6:09 WIB 1134
Koordinator Pelayanan dan Pengawasan Usaha Aneka Energi Baru Terbarukan Kementerian ESDM, Muhamad Alhaqurahman Isa menjelaskan peta jalan hidrogen hijau disusun dengan pendekatan berbasis permintaan (demand driven). Proyeksi kebutuhan hidrogen pada 2060 mencapai 9,2 juta ton untuk kebutuhan domestik, sementara proyeksi produksi bisa mencapai 17 juta ton dengan ekspektasi sebagian produksi untuk pemenuhan kebutuhan ekspor.
Tahap inisiasi antara 2025 hingga 2034 akan difokuskan pada persiapan, seperti peta jalan, studi kelayakan, kelompok diskusi terarah, dan usulan insentif .
Pemanfaatan energi terbarukan yang masif akan berdampak pada pengembangan industri manufaktur energi terbarukan, termasuk mendukung ekosistem hidrogen hijau yang lebih efisien dan berbiaya rendah.
Proyeksi kebutuhan hidrogen pada 2060 mencapai 9,2 juta ton untuk kebutuhan domestik, sementara proyeksi produksi bisa mencapai 17 juta ton dengan ekspektasi sebagian produksi untuk pemenuhan kebutuhan ekspor.
Menyoal tentang pengembangan rantai pasok manufaktur energi terbarukan, menurut Institute for Essential Services Reform (IESR), Indonesia mempunyai potensi yang sangat besar. Potensi energi terbarukan Indonesia yang melimpah, mencapai 3.687 GW, lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhan energi domestik.
Namun, untuk memanfaatkan potensi tersebut, diperlukan pengembangan rantai pasok manufaktur energi terbarukan agar energi terbarukan dapat diakses dengan biaya kompetitif dan terjangkau serta menjamin ketahanan energi secara berkelanjutan.
Selain itu, energi terbarukan dibutuhkan sebagai upaya penurunan emisi dalam menghasilkan energi bersih dan produksi hidrogen hijau. Khususnya teknologi energi terbarukan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) dan Pembangkit Listrik Tenaga Bayu/ Angin (PLTB), terdapat minat pasar yang tinggi yang bisa dikembangkan di Indonesia, diperkuat dengan ketersediaan mineral kritis di Indonesia yang memadai.
Hilirisasi
Farid Wijaya, Analis Senior Bahan dan Energi Terbarukan IESR, mengungkapkan sebagai langkah awal, pemerintah dapat memanfaatkan potensi mineral kritis Indonesia sebagai bagian program hilirisasi. Melalui program tersebut, pemerintah dapat mengembangkan industri manufaktur PLTS, turbin angin dan baterai sebagai media penyimpanan energi listrik yang sangat bergantung dengan ketersediaan mineral kritis. Hal ini penting untuk dapat memenuhi kebutuhan PLTS dan PLTB domestik dan menjadikan pasar domestik sebagai pasar utama dan prioritas.
Pada peta jalan net zero emission (NZE) sektor energi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (KESDM), Indonesia memproyeksikan kapasitas PLTS sebesar 115 GW pada 2060 yang diperkirakan membutuhkan estimasi investasi sekitar 110,6 miliar dolar AS.
Indonesia berpeluang untuk memastikan investasi tersebut dipenuhi dari industri dan jasa domestik terutama untuk komponen modul surya, sistem dan komponen penyeimbangan pembangkit listrik (balance of system).
Biaya pengembangan (development cost), dan tenaga kerja yang terpusat di pasar domestik sehingga berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi domestik. Hal ini sejalan dengan tujuan pemerintah Indonesia yang berusaha untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi mencapai delapan persen.