Selangkah menuju industri berbahan bakar hidrogen
Sabtu, 9 November 2024 6:09 WIB 1135
Dengan kesiapan industri dan jasa yang baik, Indonesia berpotensi memanfaatkan sekitar 90 persen nilai investasi tersebut untuk pertumbuhan pasar PLTS domestik.
Perhitungan ini hanya dari kapasitas dari pembangkit tenaga listrik yang diproyeksikan, belum termasuk kebutuhan untuk produksi hidrogen yang artinya bisa terus meningkat.
Rantai pasok untuk PLTS di Indonesia sudah berkembang, dibandingkan dengan energi terbarukan lainnya seperti PLTB dan baterai. Program hilirisasi barang tambang, khususnya yang sudah diklasifikasikan sebagai mineral kritis juga berpotensi mempercepat pengembangan industri manufaktur energi terbarukan, terutama untuk baterai, modul surya, dan turbin angin.
Hal ini dapat mendorong akselerasi adopsi energi terbarukan dan keamanan rantai pasok dalam menjamin adopsi itu terjadi sebagai bagian dari ketahanan energi nasional dan kemandirian rantai pasok teknologi energi terbarukan.
Menurut Farid pentingnya pembentukan ekosistem energi terbarukan mulai dari kerangka kebijakan dan regulasi yang mendukung pasar energi terbarukan di Indonesia. Keberadaan kebijakan ini akan memberikan rasa aman dalam berinvestasi. Sementara, peta jalan dapat memberikan arah kebijakan nasional yang jelas dan membentuk permintaan pasar domestik terhadap adopsi energi terbarukan.
Untuk itu, langkah penting yang diperlukan antara lain menyusun peta jalan untuk peningkatan pemanfaatan energi terbarukan serta industri manufaktur terkait sebagai bagian dari program hilirisasi. Selain itu, pemerintah perlu menciptakan mekanisme yang jelas dan mudah diakses untuk pembiayaan, insentif, dan
subsidi bagi industri energi terbarukan.
Pemerintah perlu pula memanfaatkan bahan baku domestik melalui program hilirisasi dan memastikan kendali atas pasar produksi sejalan dengan kebutuhan dan prioritas nasional.
Untuk aspek pendukung, pemerintah segera menyusun strategi agar energi terbarukan semakin terjangkau, mempromosikan produk industri manufaktur lokal untuk memasuki pasar dengan mekanisme pengadaan khusus, mengurangi atau menghapus subsidi energi fosil, dan memperkuat kontrol atas penerapan program Lingkungan, Sosial, dan Tatakelola atau Environmental, Social, and Governance (ESG) di berbagai instansi pemerintah dan swasta.