Psikolog klinis anak lulusan Universitas Padjadjaran Dewinta Ariani mengatakan orang tua perlu memantau situasi dan kondisi emosional anak ketika menghadapi situasi anak berkonflik dengan lingkungan sekitarnya.
“Orang tua tetap terlibat secara emosional misal dengan memvalidasi perasaan anak, memberi nasihat jika diperlukan, dan siap membantu jika situasi tidak terkendali,” kata Dewinta kepada ANTARA, Selasa.
Dewinta mengatakan membiarkan anak menyelesaikan masalahnya berarti memberikan kesempatan bagi anak untuk belajar mengambil keputusan dan memecahkan masalahnya dengan tetap mendapatkan dukungan orang tua di belakang layar.
Jika konflik bersifat ringan, orang tua hanya perlu memantau situasi dan biarkan anak menyelesaikan masalahnya sendiri terlebih dahulu karena konflik ringan merupakan bagian dari interaksi sehari-hari dan melatih keterampilan sosial dan pemecahan masalahnya.
Dewinta mengatakan hal ini berbeda dengan orang tua yang memang sengaja membiarkan dan tidak memberi perhatian saat anaknya memiliki masalah, ini akan membuat mereka merasa diabaikan.
“Orang tua yang tidak peduli berarti benar-benar tidak menunjukkan perhatian atau kepedulian terhadap konflik yang dialami anak, bahkan tidak menawarkan dukungan atau pengawasan. Hal ini bisa membuat anak merasa diabaikan dan kurang mendapat dukungan emosional,” katanya.
Orang tua bisa ikut andil dalam konflik anak jika dirasa sudah melibatkan fisik atau verbal yang mengancam keselamatan atau anak menunjukkan tanda-tanda kesulitan emosional karena tertekan atau cemas. Selain itu Dewinta mengatakan orang tua bisa membantu jika konflik terus berulang dan anak sudah tidak mampu menyelesaikannya, serta jika sudah melibatkan bullying atau perundungan yang memperlihatkan perbedaan kekuatan.
Dosen di Universitas Negeri Jakarta ini mengatakan orang tua perlu mengajarkan anak untuk membuat batasan diri (boundaries) dan berani berkata "tidak" jika merasa tidak nyaman atau diperlakukan tidak adil, dan mencari bantuan dari orang dewasa yang dipercayai.
“Orang tua juga dapat membekali anak dengan keterampilan komunikasi asertif agar mereka mampu menyatakan perasaan dan pendapatnya dengan tegas tanpa harus bersikap agresif,” kata Dewinta.