Istanbul (ANTARA) - Presiden Lebanon Joseph Aoun menekankan pentingnya penarikan pasukan Israel dari wilayah selatan Lebanon dalam tenggat waktu yang telah ditetapkan oleh perjanjian gencatan senjata.
Pernyataannya disampaikan dalam pertemuan dengan Presiden Prancis, Emmanuel Macron, di Istana Kepresidenan di Baabda, sebelah timur Beirut, pada Jumat (17/1), sebagaimana dilaporkan Kantor Berita Nasional Lebanon.
Aoun menyoroti pentingnya memperkuat gencatan senjata yang mulai berlaku pada 27 November 2024 dan memastikan Israel menarik diri dari wilayah yang masih diduduki dalam jangka waktu 60 hari.
Ia juga menyerukan pembebasan tawanan Lebanon yang ditahan oleh Israel serta rekonstruksi desa-desa yang hancur akibat agresi terbaru Israel.
Berdasarkan ketentuan gencatan senjata, Israel diwajibkan menarik pasukannya ke selatan Garis Biru – batas wilayah de facto – secara bertahap, sementara tentara Lebanon akan dikerahkan ke wilayah selatan Lebanon dalam kurun waktu 60 hari.
Data dari Kementerian Kesehatan Lebanon menunjukkan bahwa sejak serangan Israel ke Lebanon dimulai pada 8 Oktober 2023, setidaknya 4.068 orang tewas, termasuk perempuan, anak-anak, dan petugas kesehatan, sementara 16.670 lainnya terluka.
Namun, pihak berwenang Lebanon melaporkan telah terjadi lebih dari 564 pelanggaran gencatan senjata oleh Israel, yang menyebabkan 37 orang tewas dan 45 lainnya terluka.
Dalam pembicaraan dengan Macron, Aoun juga mendesak perusahaan energi Prancis, Total, untuk melanjutkan eksplorasi minyak di blok-blok lepas pantai Lebanon.
Selain itu, Presiden Lebanon menyatakan minatnya untuk menghadiri KTT Uni Eropa yang dijadwalkan berlangsung pada Maret 2025 sebagai tanggapan atas undangan dari Pemimpin Administrasi Siprus Yunani, Nikos Christodoulides, yang berkunjung ke Beirut pada 10 Januari lalu.
Aoun menyampaikan terima kasih kepada Macron atas upaya Prancis membantu Lebanon, termasuk melalui kerja utusan khusus Jean-Yves Le Drian dan Komite Quintet, dalam menyelesaikan kekosongan jabatan presiden yang berkepanjangan dan memfasilitasi pemilihannya setelah lebih dari dua tahun kebuntuan politik.
Parlemen Lebanon memilih Aoun sebagai presiden pada 9 Januari. Empat hari kemudian, ia menunjuk hakim Nawaf Salam untuk membentuk pemerintahan baru.
Kunjungan Macron tersebut merupakan kunjungan kepala negara pertama ke Lebanon sejak Aoun terpilih.
Presiden Prancis itu juga mengadakan pertemuan terpisah dengan Perdana Menteri Interim Najib Mikati, Ketua Parlemen Nabih Berri, dan Perdana Menteri Terpilih Nawaf Salam.
Dalam pernyataan resmi, kepresidenan Prancis menyebutkan bahwa kunjungan itu bertujuan mendukung kedaulatan, kemakmuran, dan persatuan Lebanon.
Prancis memainkan peran penting dalam Komite Quintet yang mengawasi pelaksanaan gencatan senjata yang melibatkan Amerika Serikat, Lebanon, Israel, dan pasukan penjaga perdamaian PBB (UNIFIL).
Prancis juga memiliki hubungan sejarah yang erat dengan Lebanon, yang berakar dari mandatnya atas negara tersebut pada 1920 hingga 1943.
Sumber: Anadolu