Kedua, penyesuaian PPN untuk Barang Mewah. Pemerintah Prabowo berani menyesuaikan pelaksanaan UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Sistem Perpajakan, yang awalnya direncanakan naik dari 11 persen menjadi 12 persen tanpa selektif.
Presiden Prabowo mengambil resiko memutuskan kebijakan ini hanya berlaku secara selektif untuk barang mewah semata, sehingga potensi penerimaan pajak yang awalnya diprediksi mencapai Rp75 triliun turun menjadi sekitar Rp3 triliun.
"Kebijakan ini menunjukkan keberanian pemerintah mengambil resiko untuk berorientasi pada perlindungan rakyat, bukan sekadar stabilitas makro ekonomi," ucapnya.
Baca juga: Prabowo resmikan proyek kelistrikan siap operasi di 18 provinsi
Kemudian, pengurangan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH). Lalu, kenaikan harga jual gabah dari Rp6.000 menjadi Rp6.500 per kilogram untuk memastikan petani tidak merugi.
Dengan menyubsidi pembelian harga gabah, maka dipastikan harga beras akan tetap stabil.
"Kelima, pemerintah membatasi impor jagung, gula, garam, dan beras sebagai langkah awal untuk mencapai visi kedaulatan pangan. Kebijakan ini diambil untuk melindungi harga komoditas lokal yang dihasilkan petani Indonesia," tutur Haris.
Selanjutnya, stimulus ekonomi sebesar Rp38,6 triliun. Stimulus ini mencakup bantuan beras, diskon listrik, insentif pajak, dan pembebasan PPh untuk UMKM. Kebijakan ini dirancang untuk meningkatkan daya beli masyarakat sekaligus mendorong pertumbuhan ekonomi.
Baca juga: Jubir PCO tegaskan Prabowo tetap berkomitmen lanjutkan IKN
Terakhir adalah program Makan Bergizi Gratis. "Program prioritas ini bertujuan membangun generasi emas 2045. Meski implementasinya belum merata, program ini sudah dirasakan manfaatnya di berbagai daerah. Kritik dan masukan terkait tata kelola dan akuntabilitas program ini tentu menjadi perhatian Presiden Prabowo dan Wakil Presiden Gibran," ungkapnya.
Haris melihat Prabowocare menjadi bukti bahwa keberpihakan kepada rakyat dapat diwujudkan dalam langkah konkret meskipun waktu yang tersedia sangat terbatas.
Ia berharap seluruh pembantu presiden dapat menyesuaikan diri dengan langgam baru kepemimpinan Prabowo.
"Alangkah baiknya para menteri dan kepala badan tidak menyampaikan pernyataan ke publik terkait sebuah kebijakan yang belum menjadi keputusan pemerintah, atau belum matang dalam kajiannya," pungkas dia.