Jakarta (Antara) - Survei Indeks Kualitas Program Televisi yang dikeluarkan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) mencatat sinetron dan infotainment sebagai tontonan yang memiliki kualitas rendah.
"Infotainment dan sinetron secara kualitas belum memaksimalkan fungsinya, sebagai siaran yang turut mencerdaskan bangsa," kata Ketua KPI Yuliandre Darwis pada acara "Ekspose Hasil Survei Kualitas Program Siaran Televisi Periode 1 Tahun 2016", di Jakarta, Selasa.
Penelitian yang juga menggandeng Ikatan Sarjana Komunikasi Indonesia (ISKI) ini menyatakan kualitas isi tayangan sinetron digambarkan pada angka 2,94 dan infotainment hanya mencapai 2,52, yang mana standar indeks kualitas siaran yang baik untuk masyarakat ditetapkan pada angka empat oleh KPI.
KPI mencatat alasan rendahnya kualitas siaran infotainment adalah karena kepentingan pribadi atau kelompok tertentu kurang dilindungi, serta jarangnya ditanamkan penghormatan pada nilai dan norma kesopanan dan kesusilaan pada tayangannya.
Sementara sinetron dinilai kurang membentuk watak, identitas, serta jatidiri Bangsa Indonesia yang bertakwa dan beriman.
Selain itu, sinetron juga dianggap kerap menampilkan cerita yang tidak relevan dan berlebihan jika dibandingkan dengan kenyataan, sehingga dinilai ada unsur pembodohan bangsa.
"Dari sembilan program televisi yang kami teliti, nilai positif dua program itu menduduki posisi terbawah. Sedangkan survei ini diharapkan menjadi rapor internal bagi lembaga penyiaran agar ada perbaikan konten tayangan karena sinetron dan infotainment masing-masing memiliki peminat yang banyak di Indonesia," ujar Yuliandre.
Survei Indeks Kualitas Program Televisi ini dilakukan sejak Maret 2016 dan melibatkan 120 ahli, di antaranya adalah ahli psikologi, sosiologi, antropologi dan hukum.
Para ahli berasal dari 12 perguruan tinggi di Indonesia, yakni Universitas Sumatera Utara (Medan), Universitas Andalas (Padang), Universitas Padjajaran (Bandung), Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah (Jakarta), Universitas Diponegoro (Semarang).
Berikutnya, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (Yogyakarta), Universitas Airlangga (Surabaya), Universitas Tanjung Pura (Pontianak), Universitas Lambung Mangkurat (Banjarmasin), Universitas Hasanuddin (Makassar), Universitas Udayana (Denpasar), dan Universitas Kristen Indonesia Maluku (Ambon).
Selain itu, penelitian ini juga mengikutsertakan 1.196 responden yang merupakan masyarakat dari 12 kabupaten dan kota di Indonesia.***4***