Mukomuko (ANTARA) - Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan, dan Perlindungan Anak Kabupaten Mukomuko mengajak masyarakat untuk aktif melapor jika mengetahui atau menyaksikan kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan. Inisiatif ini diungkapkan oleh Vivi Novriani, Kepala Bidang Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak di Mukomuko, menyusul sebuah insiden kekerasan yang tidak dilaporkan oleh orang tua korban.
Keprihatinan Vivi Novriani muncul setelah adanya laporan informal tentang kasus kekerasan terhadap anak di wilayahnya. Menurutnya, keengganan untuk melapor sering kali disebabkan oleh rasa malu dan ketakutan akan dampak sosial serta perlakuan yang mungkin diterima dari pelaku setelah keluar dari penjara.
"Ini adalah stigma yang perlu kita perangi bersama. Kejadian kekerasan, khususnya seksual, sering kali dianggap sebagai aib oleh masyarakat, yang membuat banyak kasus tidak terungkap," ungkap Vivi, Minggu.
Pada tahun 2024, tercatat ada penurunan jumlah kasus kekerasan yang dilaporkan di Kabupaten Mukomuko, dengan 13 kasus yang melibatkan enam anak dan tujuh perempuan. Angka ini menunjukkan penurunan signifikan dari tahun 2023, yang mencatat 31 kasus. Meskipun ada penurunan, Vivi menekankan bahwa banyak kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan dilakukan oleh orang-orang terdekat, yang seharusnya menjadi pelindung.
Dinas terkait mengajak masyarakat untuk tidak hanya menjadi saksi bisu tetapi juga berpartisipasi aktif dalam melindungi yang rentan dengan melaporkan segala bentuk kekerasan. "Kami memerlukan laporan dari masyarakat agar dapat melakukan tindakan dan perlindungan yang efektif," tambah Vivi.
Kasus-kasus yang dilaporkan akan ditangani dengan serius dan sensitif, dengan jaminan kerahasiaan dan pendampingan hukum untuk korban. Inisiatif ini diharapkan dapat membuka lebih banyak ruang bagi korban untuk mendapatkan keadilan dan pemulihan, serta mengurangi stigma sosial yang sering menjadi penghalang dalam penyelesaian kasus kekerasan di Kabupaten Mukomuko.