Jakarta (ANTARA) - Sesi foto pranikah Tasya dan Salim di film "Pernikahan Arwah" yang tayang pada 27 Februari mendatang, mencerminkan kepribadian dan tema oriental dengan detail artistik Tionghoa yang diinginkan sutradara Paul Agusta.
Warna-warna pastel atau "earth tone" seperti "dusty rose", "lavender", atau "sage green" memberikan kesan elegan dan romantis, meski tanpa aksesoris yang berlebihan agar fokus tetap pada kedua calon mempelai.
Lokasi pemotretan di rumah tua bergaya arsitektur China serta halamannya yang menampilkan pepohonan rindang saat sesi foto, tampak serasi sebagai latar belakang. Lokasi itu disebut berada di Lasem, Jawa Tengah.
Tasya yang diperankan oleh aktris Zulfa Maharani tampil mengenakan cheongsam sangjit. Ia terlihat polos tanpa perhiasan yang mencolok.
Baca juga: Film horor-komedi Setan Botak di Jembatan Ancol tayang Maret
Baca juga: Reza Rahadian bahagia bisa berperan dalam film baru Robert Ronny
Hanya saja, aksen minimalis itu berubah gara-gara sebuah tusukan rambut kayu yang diberikan oleh penata rias Arin (diperankan oleh aktris Puty Sjahrul).
Dari pemilihan setelan untuk sesi foto pranikah Tasya dan Salim (diperankan oleh Morgan Oey), penonton bisa melihat betapa detailnya tim produksi film itu dalam mengangkat tradisi dan budaya Tionghoa.
Film "Pernikahan Arwah" tampaknya tidak hanya mengandalkan jump scare untuk menakut-nakuti penonton. Film itu juga membangun atmosfer mencekam melalui detail-detail kecil, seperti pemilihan setelan dan latar belakang. Tusuk rambut kayu, misalnya, menjadi simbol dari gangguan supranatural yang mengancam kebahagiaan Tasya dan Salim.
Film ini juga menjanjikan eksplorasi tradisi Tionghoa yang mendalam, khususnya tradisi pernikahan arwah. Konflik antara tradisi dan modernitas, cinta dan teror, memang menjadi tema sentral dalam film ini, dan dengan pemilihan setelan dan latar belakang yang cermat, "Pernikahan Arwah" diharapkan dapat menghadirkan pengalaman menonton yang menegangkan dan memikat.
Representasi mistik etnis Tionghoa
Sesuai judulnya, "Pernikahan Arwah" mengangkat tradisi "Minghun", atau pernikahan arwah, yang merupakan bagian dari kepercayaan leluhur dalam budaya Tionghoa. Tradisi ini melibatkan pernikahan antara dua orang yang sudah meninggal, atau antara orang yang masih hidup dengan arwah, dengan tujuan untuk menghormati leluhur dan menghindari kesialan.
Tradisi ini berasal dari kepercayaan bahwa orang yang meninggal tanpa pasangan atau anak akan kesepian di alam baka. "Minghun" bertujuan untuk memberikan pasangan bagi arwah yang kesepian, sehingga mereka dapat beristirahat dengan tenang. Selain itu, tradisi ini juga diyakini dapat membawa keberuntungan bagi keluarga yang masih hidup.