Jakarta (Antara) - Komisi Pemberantasan Korupsi akan memeriksa pengacara Farhat Abbas dalam penyidikan tindak pidana korupsi merintangi proses penyidikan, persidangan, dan memberikan keterangan tidak benar pada persidangan kasus KTP-e dengan terdakwa Irman dan Sugiharto.
"Yang bersangkutan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Markus Nari," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta, Selasa.
Dalam penyidikan kasus itu, Wakil Bendahara Partai Golkar Zulhendri Hasan pernah menjelaskan percakapan dirinya dengan pengacara Farhat Abbas soal merancang saksi-saksi agar mencabut keterangan dalam persidangan di KTP-Elektronik.
"Saya sampaikan bahwa percakapan saya dengan Farhat Abbas itu tidak terlepas dari Saudara Farhat Abbas pernah menghubungi saya beberapa hari setelah rapimnas Golkar yang kedua di Balikpapan," kata Zulhendri usai diperiksa di gedung KPK Jakarta, Selasa (14/11).
Dia mengatakan, Novanto menyatakan kepada seluruh kader Partai Golkar bahwa dirinya "clean and clear" dijamin 100 persen tidak terlibat dalam kasus KTP-E.
Zulhendri Hasan juga diperiksa sebagai saksi untuk Markus Nari.
KPK telah menetapkan anggota DPR RI dari Fraksi Partai Golkar Markus Nari sebagai tersangka dalam dua kasus terkait tindak pidana korupsi pengadaan paket penerapan Kartu Tanda Penduduk berbasis Nomor Induk Kependudukan secara nasional (KTP-e).
Pertama, Markus Nari diduga dengan sengaja mencegah, merintangi atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung pemeriksaan di sidang pengadilan dalam perkara tindak pidana korupsi pengadaan paket penerapan Kartu Tanda Penduduk berbasis nomor induk kependudukan secara nasional (KTP-e) tahun 2011-2012 pada Kementerian Dalam Negeri dengan terdakwa Irman dan Sugiharto di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Selain itu, Markus Nari juga diduga dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan dugaan tindak pidana korupsi terhadap Miryam S Haryani dalam kasus indikasi memberikan keterangan tidak benar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada persidangan kasus KTP-e.
Atas perbuatannya tersebut, Markus Nari disangkakan melanggar Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Pasal tersebut mengatur mengenai orang yang sengaja mencegah, merintangi atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang terdakwa dalam perkara korupsi dapat dipidana maksimal 12 tahun dan denda paling banyak Rp600 juta.
Selain itu, KPK juga menetapkan Markus Nari sebagai tersangka dugaan tindak pidana korupsi pengadaan paket penerapan Kartu Tanda Penduduk berbasis Nomor Induk Kependudukan secara nasional (KTP-e) 2011-2013 pada Kemendagri.
Markus Nari disangka melanggar pasal 2 ayat (1) atau pasal 3 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.***2***